Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
________________________
Kaisar melangkahkan kakinya dengan semangat menuju rumah Shana. Seperti yang sudah-sudah, setiap ke rumah Shana, senyumnya akan otomatis diperlihatkan. Sebenarnya, tetangga saja sudah tahu perasaan apa yang dimiliki Kaisar saat melihat betapa antusiasnya Kaisar di dekat Shana setiap hari. Memang Shana saja yang tidak peka dengan perasaan Kaisar, dan menganggap Kaisar hanya bermain-main."Assalamualaikum." Kaisar masuk ke rumah Shana dan hanya mendapati suara bising dari sebuah game. Tak perlu pikir panjang, Kaisar segera berjalan ke ruang keluarga rumah Shana, mencari sumber suara game yang ia dengar.
"Shana mana?" tanya Kaisar dengan bahu yang sedikit meluruh karena bukan Shana yang ia dapati, tapi Airin. Airin duduk di depan tv yang mati sambil memainkan game dari hpnya.
"Lagi pergi sama Cherry," jawab Airin tanpa mengalihkan fokusnya dari hp.
Kaisar duduk selonjor di lantai dan menyandarkan punggung pada sofa. "Mabar skuy," ajaknya sambil mengeluarkan hp dari celananya.
"Bentar, gue selesaiin yang ini dulu."
Kaisar tidak menanggapi ucapan Airin lagi. Kepalanya tertunduk melihat layar hp yang menampilkan beberapa chat yang masuk. Tak mau repot membalas chat-chat itu, Kaisar menghapus semua chat yang menurutnya tidak penting.
Setelah insiden pertengkaran Shana dengan mantannya yang berlangsung di depan mata Kaisar sendiri, membuat Kaisar menyadari sesuatu. Shana sudah terlalu banyak bersabar atas hal buruk yang ia terima sebagai balasan dari tindakan Kaisar. Hampir semua mantan Kaisar mengira bahwa Shana adalah penyebab kandasnya hubungan mereka.Tanpa tahu bahwa sedari awal Kaisar hanya berniat untuk mempermainkan mereka.
"Bucin bener, chat Shana pake di pin segala," cibir Airin membuat otak Kaisar berhenti berbicara dengan dirina sendiri. "Bang, jadi main nggak, nih?" tanya Airin.
"Jadi-jadi."
Kaisar segera log in ke dalam game dan memusatkan fokusnya pada hp. Ini pertama kalinya ia mabar dengan Airin setelah pertemuan mereka di kafe dekat sekolah sebelum Airin menjadi saudara tiri Shana. Kaisar bukan orang bodoh yang tidak mengerti maksud dan tujuan Airin mengajaknya bertemu kala itu. Pernah terlintas di benak Kaisar untuk menjadikan Airin pacarnya, melihat seberapa cantik gadis itu, mungkin akan memancing rasa cemburu Shana. Tapi sekarang, Kaisar membuang jauh-jauh pikiran itu, karena tidak mungkin ia mempermainkan Airin yang sekarang adalah adik Shana.
"Shana sama Cherry kemana, sih?" tanya Kaisar.
"Main sepeda, tadi Cherry minta temenin," jawab Airin seadanya.
"Kenapa Cherry malah ngajak Shana?"
"Cherry nggak ngajak Shana, kok. Cherry awalnya ngajak gue, gue nggak mau, panas. Tapi Shana malah ngajuin diri pas Cherry lagi nangis guling-guling di lantai. Dan tempat lo duduk sekarang, mungkin ada ingusnya Cherry."
Kaisar membulatkan matanya menatap Airin sejenak, kemudian segera bangkit dari duduknya dan memeriksa celananya bagian belakang. Untungnya, yang dikatakan Airin tidak benar. Tidak ada ingus Cherry di sana.
"Eh bentar, mereka berdua main sepeda? Shana juga bawa sepeda?!" tanya Kaisar panik.
Airin sedikit terlonjak kaget saat suara Kaisar yang meninggi. "Nggak, cuma nemenin Cherry aja. Kenapa sih, lo?" kesal Airin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Подростковая литератураShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...