55. Finally

308 28 6
                                        

Shana bersandar pada tumpukan bantal yang sudah ia susun sedemikian rupa di atas tempat tidurnya. Sesekali ia menarik napas panjang sambil menatap cincin pemberian Kaisar yang melingkar di jari telunjuknya. Sepersekian detik kemudian, Shana menghembuskan napas kasar sambil menghempas tangannya. Shana tidak tahu perasaan campu aduk apa yang memporak-porandakan hatinya saat ini.

Shana masih ingat, sangat-sangat ingat malah, kalau saat ini ia berstatus sebagai pacar Sakuntala, cowok lembut yang berhasil membuat jiwa centilnya meronta-ronta. Tapi, apa yang salah? Kenapa sedari tadi Shana malah memikirkan Kaisar? Bahkan, bayangan raut wajah khawatir Kaisar setelah insiden kecil di jam olahraga masih berputar-putar di kepala Shana.

"Nggak bisa! Hari ini semuanya harus tuntas setuntas-tuntasnya." Shana bangkit dan segera meraih hpnya, menghubungi Kun untuk mengajak cowok itu bertemu.

Shana mengikat setengah rambutnya dengan penuh tekad. Tidak ada yang bisa menghalanginya hari ini, bahkan masalahnya dengan Airin saat ini bukan apa-apa. Shana harus mengutamakan dirinya terlebih dahulu. Masa bodo dibilang egois, Shana hidup untuk menyenangkan dirinya sendiri, bukan orang lain.

"Huft, oke!" Shana menarik napas panjang sebelum membuka pintu kamarnya. Setelahnya, Shana melangkahkan kaki dengan yakin. "Pa, Bun, aku pergi dulu, bentar. Ada masalah serius yang harus aku selesaiin."

"Eh, mau kemana?" hadang bunda dengan mata melotot. "Udah malam loh ini."

"Aaa, bentar doang Bunda, deket kok," rengek Shana dengan wajah memohon.

"Enggak, udah malam," jawab bunda dengan tegas.

Shana menciut dan berlari kecil menghampiri papanya. Jika tidak bisa izin pada bunda, Shana kan bisa membujuk papa. Dan Shana yakin seratus persen papa akan mengizinkannya.

"Paa, bentaaar aja," rengek Shana sambil menghentak-hentakkan kaki.

"Mau ngapain?"

"Ada masalah yang harus aku selesaiin, ini masalahnya berat banget Pa. Sampai bikin aku nggak bisa tidur."

"Gegayaan lo, kayak ultramen mau nyelamatin dunia," celetuk Airin sambil mencibir.

Shana menarik salah satu ujung bibirnya. Sepertinya suasana hati Airin mulai membaik, buktinya ia bisa cari ribut lagi. Tapi syukurlah, setelah beberapa hari perang dingin, setidaknya celetukan Airin yang mengundang keributan itu pertanda mengajak Shana untuk berdamai.

"Nggak butuh pendapat lo!" Shana membalas Airin tak mau kalah.

Denting notifikasi dari hp membuat Shana sadar tujuan awalnya. Ia membaca sebuah pesan yang masuk, kemudian langsung berlari keluar rumah tanpa menunggu persetujuan papa dan bunda.

"Shana! Mau kemana?!" pekik bunda saat melihat Shana yang berlari keluar.

"Bentar aja, Bun! Ini urusan mendesak, maklum anak muda!"

Untungnya Shana bisa lolos, walaupun ia tidak diberi izin oleh bunda. Ya, walaupun Shana bisa mendengar omelan bunda dari dalam rumah. Tapi bodo amatlah, urusan diomelin bunda bisa nanti.

Saat sudah di depan rumah, jantung Dhana berdebar kencang. Mungkin karena ia habis berlari atau mungkin juga karena cowok yang sudah menunggunya di depan pagar.

"Kenapa, Sha?" tanya Kun yang sudah melepas helmnya. "Kita mau kemana?"

Shana menarik napas pelan. Tak tahu harus membuka topik dari mana. Kalau to the point, kira-kira canggung nggak ya? Tapi, kayaknya kalau kebanyakan basa-basi bakalan lebih canggung nggak, sih?

"Ge, duduk sini aja deh," ucap Shana sambil duduk di pinggir trotoar.

Patuh, Kun duduk di samping Shana dengan tatapan bingung. Sebenarnya ada apa kali ini? Kun tahu, Shana itu agak aneh dan tidak bisa ditebak, tapi kali ini Kun merasakan ada hal yang lebih aneh dari biasanya.

SHANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang