Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
__________________________
Shana menghembuskan napas dengan kasar di hadapan cermin yang memantulkan bayangan dirinya. Kemudian, dia melirik jam yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Shana ingin pergi sekolah sekarang, tapi tidak tahu harus bilang apa ke bunda dan papa agar usahanya untuk menghindar dari Airin tidak terlalu kentara.
"Oke, semangat!" ucap Shana pada bayangannya di cermin.
Shana segera mengambil tasnya dan keluar dari kamar. Ragu, ia berjalan menuju ruang makan untuk berpamitan pada bunda dan papa yang sudah berada di meja makan.
"Aku pergi duluan ya," pamit Shana sambil meraih tangan papa untuk bersalaman.
"Mau pergi sekarang, Sha? Tumben perginya pagi," balas papa sambil berdiri dari duduknya, bersiap-siap mengantar Shana pergi ke sekolah.
"Itu matanya kenapa bengkak?" tanya bunda yang membuat papa langsung menatap wajah sang anak.
Shana tertawa kecil sembari mengusap matanya yang masih perih setelah menangisi akhir kisah yang buruk dari cinta pertamanya. Shana tidak bisa tidak menangisi hal itu. Bahkan, cinta pertama yang kisahnya belum mulai pun terpaksa harus diakhiri.
"Biasalah, anak muda," jawab Shana sambil mengusap matanya yang perih.
"Kamu terbebani gara-gara Airin?" tanya bunda.
"Ih, enggak." Air mata Shana malah keluar semakin deras. "Pa, anak papa lagi ngerasain yang namanya patah hati," ucap Shana sambil memeluk papanya.
Shana akhirnya menangis di pelukan papanya. Sebesar apapun usahanya untuk menghindar, Shana masih butuh papanya untuk berkeluh kesah. Mungkin, papanya paham apa yang Shana rasakan sekarang. Walaupun tidak mau dicap gadis lemah, Shana akan tetap lemah dan menjadi anak yang manja di hadapan papanya. Nyatanya, sakit hatinya lebih besar dari pada gengsinya.
Papa terkekeh kecil sambil menepuk-nepuk pelan punggung Shana. "Siapa yang bikin kamu sakit hati sampai nangis gini?" tanya papa sambil menahan tawa.
"Aku sendiri." Shana menggosokkan hidungnya ke baju papa. "Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu," ucap Shana yang teringat akan rencananya untuk menghindari Airin.
"Loh? Sakit hatinya gitu aja?" tanya bunda.
"Iya, gitu aja, nggak usah banyak-banyak."
Setelah menghapus jejak air mata yang ada di wajahnya, Shana segera pergi ke sekolah. Ia harus cepat, karena kali ini Shana akan berangkat sendirian dengan bus. Ketika akan melewati rumah Kaisar, Shana berlari kencang agar orang-orang di rumah itu tidak melihatnya. Hatinya belum baik-baik saja untuk bertemu dengan Kaisar.
Sesampainya di sekolah, Shana berjalan dengan santai. Seolah matanya yang bengkak bukan sebuah masalah yang harus ditutup-tutupi. Shana tetaplah Shana, yang akan terus percaya dengan dirinya sendiri di tengah kondisi apapun. Lagian, Shana tetap merasa dirinya cantik walaupun hati ini matanya bengkak.
"Apa lo liat-liat?!" tanya Shana sambil melebarkan matanya dengan tidak santai saat sadar dirinya dilirik oleh segerombolan perempuan yang bahkan Shana tidak tahu mereka siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Roman pour AdolescentsShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...