44. Perkelahian di Tangga

149 55 86
                                    

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.

Selamat membaca✨

__________________________

Shana berjalan dengan angkuh melewati lorong kelas sepuluh. Wajar ya, kakak kelas, sok keras dikit biar keren. Beberapa adik kelas yang kenal dengan Shana, menyapa Shana ramah dan tentu saja dibalas dengan ramah. Tapi, kebanyakan adik kelas perempuan menatapnya dengan tidak santai. Jangan tanya karena apa, ya karena Kaisarlah. Sebenarnya itu alasan yang tidak masuk akal untuk membenci Shana, tapi mau gimana lagi, mereka sudah terlanjur benci.

Shana niatnya mau menghampiri Danan ke kelasnya. Ada pesan dari Bu Ira selaku pembimbing ekskul sastra yang harus disampaikan pada Danan. Saat keluar kelas, kebetulan Shana berpapasan dengan Bu Ira dan diberi amanat untuk jadi merpati pengantar pesan pada Danan.

"Misi, Danan nya ada?" tanya Shana pada siswa dan siswi yang duduk di depan kelas sepuluh IPS dua.

Salah satu dari mereka mengintip ke kelas melalui jendela. Setelah beberapa saat, murid itu menggeleng pada Shana. "Lagi nggak di kelas, Kak," jawabnya.

"Ada yang tau dia kemana?" tanya Shana lagi.

"Tadi katanya mau ke kelas IPA tiga bentar, mau nyamperin temennya," jawab seorang lainnya.

Shana mengangguk paham. "Oh, makasih, ya," ucap Shana sambil tersenyum kemudian pergi dari sana.

Shana segera melangkahkan kakinya menuju kelas IPA yang ada di lantai dua. Sebelum berbelok ke arah tangga, ia menarik napas sejenak sambil menyemangati dirinya sendiri.

Belum jadi menginjakkan kaki di anak tangga, langkah Shana terhenti. Saat melihat gerombolan siswi yang menganiaya seseorang membuat Shana mengepalkan tangannya. Ternyata di sekolah ini masih ada yang namanya pembullyan.

Shana melangkahkan kakinya, ingin melanjutkan perjalanan, tanpa ingin ikut campur urusan orang-orang itu. Shana bukan orang baik yang mau terjun ke lumpur untuk menyelamatkan orang lain. Dan ia masih ingin masa SMA nya damai sentosa seperti biasanya.

"Jadi, lo yang berani deketin Kak Kaisar? Lo punya apa?!" ucap salah satu dari gerombolan siswi itu.

Langkah Shana langsung terhenti saat nama Kaisar disebut-sebut. Sebenarnya, ia mulai was-was karena mungkin saja setelah ini ada yang menyerangnya.

"Lo nggak punya apa-apa! Lo nggak punya ayah! Lo nggak punya uang! Dan lo nggak punya status sosial yang setara buat deketin Kak Kaisar, Airin!"

Shana mengurungkan niat saat ingin melangkahkan kakinya. Dia tidak salah dengar, kan? Untuk memastikan, Shana berbalik dan berjalan mendekati gerombolan preman yang berkedok siswi itu.

"Minggir," ucap Shana dingin sambil menembus gerombolan itu sampai ia berhadapan dengan objek bully kelompok itu. Ternyata, Airin yang disebut-sebut kelompok ini adalah Airin yang dikenalnya.

Shana menatap Airin dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan intens. Benar-benar kacau, dan ini bukan seperti Airin yang ia kenal di rumah. Rambutnya berantakan, matanya merah, dan terdapat jejak-jejak air mata di pipinya.

"Lo diapain sama mereka?" tanya Shana dingin.

Airin hanya diam, menahan tangisnya agar tidak menangis di hadapan Shana. Harga diri Airin sudah runtuh rasanya saat Shana sudah berdiri di hadapannya. 

SHANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang