Maafkan author yang update tidak sesuai target😭
Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
________________________
Kun melirik Shana sembari mendorong motornya yang mogok. Sedari tadi gadis itu hanya diam, tidak melontarkan sedikitpun keluhan. Diamnya Shana membuat rasa tidak enak muncul dalam hati Kun. Setidaknya Shana harus mengeluh walalupun sedikit, sekiranya itu bisa membuat Kun tidak merasa was-was seperti ini. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya memperhatikan Shana melalui sudut matanya."Ehm." Kun berdeham sebelum memulai pembicaraan. "Sha, kamu marah?" tanyanya dengan hati-hati.
Shana menoleh bingung, "h-hah?"
Kun berhenti berjalan dan menahan motor dengan tubuhnya. Ia menoleh pada Shana, menatap manik mata Shana dengan rasa bersalah. "Kamu marah, ya?"
"Aku?" Shana menunjuk dirinya sendiri dengan bingung, kemudian langsung mendapat sebuah anggukan dari Kun. "Emang aku ngapain? Kenapa malah disangka marah?"
"Oh, jadi nggak marah, ya?" Kun kembali berjalan sambil mendorong motornya. Mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan oleh Shana.
Shana menatap punggung Kun disertai raut bingung. Sebenarnya Shana mau mengeluh, tapi kayaknya Shana nggak tahu diuntung banget kalau beneran ngeluh. Ditambah lagi pikirannya yang melayang jauh nembus langit ke tujuh, Shana benar-benar sedang tidak fokus sekarang. Niatnya untuk mengeluh benar-benar urung karena rasa tidak enak dan ia sedang tidak fokus.
Dalam beberapa detik, hati nurani Shana tersentil saat melihat Kun yang mendorong motornya yang besar sendirian. Ah, mungkin saja pertanyaan Kun pada Shana tadi sebenarnya adalah sebuah pernyataan, bukan pertanyaan. Kun mungkin sedang memberi kode pada Shana bahwa dirinya marah karena Shana tidak membantu sama sekali.
Shana segera melangkah lebar untuk menyusul Kun dan mendorong motor Kun dari belakang. "Gege marah?" tanya Shana.
Kun yang merasakan dorongan tiba-tiba langsung menoleh pada Shana. "Marah apanya?" tanya Kun bingung.
Shana merapikan rambut yang sedari tadi menjulur keluar dari helm yang ia kenakan. "Mungkin karena aku nggak bantu Gege dorong motor?" tanya Shana yang masih berusaha mengeyahkan rambutnya yang sedari tadi mengganggu.
"Nggak lah, malah aku ngiranya kamu marah gara-gara motornya mogok."
Shana berhenti mendorong motor dan melepas helm agar ia menuntaskan urusan dengan rambut yang seolah mengajaknya untuk ribut. Shana menyeka wajahnya sambil mengambil posisi di samping Kun, kemudian memakai helmnya lagi. Shana mengibaskan tangan kanannya di depan wajah berharap rasa gerah yang tiba-tiba menyerang hilang bersama angin yang muncul karena kibasan tangannya.
"Kalau aku nggak bantu dorong, nggak pa-pa, kan?" tanya Shana dengan tidak tahu malunya. "Jujur aja nih, ya, aku barusan bantuin itu karena aku ngira Gege marah nggak aku bantuin."
Kun tergelak kecil mendengar pengakuan Shana. Ditambah lagi dengan rambut berantakan dan wajah berminyak Shana, yang membuat gadis itu tampak dekil. Ini benar-benar bukan Shana yang ia lihat di sekolah. Shana yang ia kenal di sekolah ternyata lebih tidak tahu malu saat berada di luar sekolah.
"Sorry aja nih, Ge. Aku udah nggak bisa pencitraan di depan Gege lagi. Capek ternyata kalau pencitraan lama-lama."
Kun tergelak untuk kedua kalinya, kali ini lebih keras dari yang sebelumnya. Shana benar-benar blak-blakan ketika berbicara. "Sok atuh, nggak ada yang nyuruh kamu pencitraan juga."

KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Novela JuvenilShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...