12. Behind The Smile

547 327 120
                                    

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.

Selamat membaca✨

________________________

Shana menatap rumahnya yang ramai dan bising dengan perasaan bingung. Beberapa orang terlihat sedang mengangkut barang dengan bergantian menuju rumah Shana, dan terlihat bapak-bapak berkumis tebal sedang memantau sambil sesekali menegur beberapa pengangkut barang. Shana mengedarkan pandangan dengan penuh selidik, sekelebat bayang buruk mendadak mengotori pikirannya.

"Pak, kalau boleh tau, ini lagi ngapain, ya?" Mengerti dengan ekspresi bingung Shana, Arion mencoba bertanya pada bapak berkumis tebal yang sedari tadi kerjanya hanya berbicara.

"Oh, ini lagi masang dekorasi buat nikahan," jawab bapak berkumis tebal itu sambil menatap Shana dengan aneh.

Shana yang matanya ditatap, malah menatap balik bapak-bapak berkumis tebal itu dengan nyalang. Arion segera menutup mata Shana dengan gemas saat Shana hendak mengedipkan sebelah matanya ke bapak-bapak berkumis tebal itu. Arion tidak habis pikir dengan Shana yang kalau lagi centil nggak mandang apa, siapa, dan dimana. Bapak-bapak kumis tebal saja hampir dia centilin, gimana kalau bapak itu baper? Bisa barabe hidup Shana tiap hari dikejar bapak-bapak tua bangkotan.

"Siapa yang mau nikah, Pak?" tanya Arion lagi. Kali ini, pertanyaan ini murni rasa penasarannya.

"Yang punya rumah."

Arion langsung melirik Shana, ia langsung mendapat perubahan ekspresi di wajah Shana, sangat kontras dengan ekspresi centil sebelumnya. Matanya memancarkan kilatan rasa kecewa, terlihat lebih sendu dari biasanya. Dengan tangan yang masih menutupi mata Shana, Arion membawa Shana keluar dari pekarangan rumah. Jiwa gentlemannya muncul, Arion membukakan pintu mobil dan menuntun Shana untuk masuk.

"Ngapain ke mobil lagi?"

"Kalau mau nangis, di mobil aja. Nggak akan ada yang liat."

"Kalau mobil lo banjir air mata gimana?"

"Air mata lo nggak akan bikin banjir."

"Kalau kena ingus gimana?"

"Ya tinggal lo bersihin. Nggak tau diri banget, udah numpang malah ngotorin." Arion segera mnutup pintu mobil dan berdiri di luar. Terlalu lama berbicara dengan Shana tidak baik untuk jantungnya. Soalnya Shana terlalu sering memancing emosi Arion dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting.

Sendirian di dalam mobil, membuat Shana langsung diserang perasaan sedih, gelisah, marah, dan kecewa. Perasaan itu bercampur menjadi satu menciptakan bencana dahsyat yang mengguncang relung hatinya. Dari dalam mobil, Shana terus memperhatikan satu persatu pengangkut barang yang terlihat mulai kelelahan.

"Mau nikahan aja ngerepotin orang, dasar bapak tua," cibir Shana yang ditujukan pada papanya.

"Nggak dengerin kata anak lagi."

"Dapet istri durhaka, nyesel ntar."

"Ntar pas sakit-sakitan, disiksa istri, terus dia berpaling ke berondong sambil bawa harta Papa."

"Eh, jangan deng, Papa nggak boleh sakit."

Bukannya menangis karena merasa kecewa, Shana hanya melontarkan cibiran untuk meluapkan perasaan buruk yang menumpuk di hatinya. Janjinya pada sang mama, membuat shana enggan untuk menangis, seberat apapun masalahnya. Jadi, jalan pintas untuk meluapkan kekesalan dan rasa kecewa adalah dengan mencibir kelakukan Bapak Budiman yang sengaja minta dihujat.

SHANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang