Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
__________________________
"Airin, gue nggak mau ngasih harapan ke lo lagi. Gue tau apa yang lagi lo rencanain sama Shana. Plis, gue mohon, berhenti sampai di sini."Airin yang awalnya menyantap makanannya dengan bahagia otomatis langsung berhenti. Ia kira, Kaisar yang sedari tadi menatapnya dengan lama karena sudah menemukan sisi menarik dari diri Airin hingga membuat Kaisar bisa berpaling dari Shana. Tapi, Airin salah besar. Nyatanya, di balik tatapan Kaisar, masih karena Shana alasannya.
Airin meletakkan sendok dan menegakkan tubuh sembari menatap Kaisar dalam. "Oh, lo tau, ya? Dikasih tau Shana?" sarkas Airin.
Kaisar juga ikut menegakkan tubuh dan menarik napas dalam. Ia tak habis pikir dengan Airin yang terlalu terobsesi padanya. Kaisar tahu, perasaan yang dirasakan Airin tidak dapat dikontrol, tapi harusnya ini tidak merugikan orang lain.
"Shana nggak kasih tau gue apa-apa," ucap Kaisar membela Shana. "Tindakan kalian terlalu jelas."
Airin tersenyum kecut. Pembicaraan mereka tak pernah terlepas dari Shana. Selalu ada topik yang akan selalu menjurus ke Shana. Shana ini, Shana itu, Shana begini, Shana begitu. Shana jadi bintang utama yang menghambat hubungannya dengan Kaisar.
"Oke, lo udah tau juga. Jadi, sekarang gue terus terang aja."
Airin menatap Kaisar lama. Untuk beberapa saat, yang mereka lakukan hanya saling bertatapan tanpa keluar sepatah katapun dari bibir mereka masing-masing.
"Gue suka sama lo, gue nggak tau ini bisa disebut cinta apa enggak. Yang jelas, gue udah ngerasain ini sebelum lo kenal gue. Selama ini, gue cuma jadi pengamat, liatin lo dari jauh, jatuh cinta dari jauh, dan liatin lo selalu berdua sama Shana dari jauh." Airin mengakui semua perasaan yang sudah ia rasakan selama ini.
Kaisar menghembuskan napas pelan. Jelas sekali ini hanya obsesi Airin. Bagaimana bisa Airin menyukai orang yang tidak dikenalnya sama sekali? Love at first sight? Omong kosong, itu hanya bentuk suka pada fisik seseorang. Dan Airin hanya menyukai fisik Kaisar, bukan keseluruhan dari diri Kaisar layaknya perasaan yang ia miliki untuk Shana.
"Lo cuma terobsesi sama fisik gue, Ai," ucap Kaisar sambil menumpukan tangannya ke atas meja.
Airin menatap Kaisar dalam, sedikit tersentil dengan ucapan Kaisar. Tapi, dengan cepat ia menguasai dirinya sendiri. Airin mencoba menyugesti dirinya sendiri bahwa apa yang dikatakan Kaisar adalah salah. Airin tidak memandang fisik Kaisar selama ini.
"Nggak, gue nggak terobsesi sama fisik lo," bantah Airin cepat.
Kaisar menipiskan bibirnya dan menaikkan sebelah alisnya. "Kalau bukan fisik, terus apa? Sikap gue? Bohong banget. Lo suka sama sifat gue yang suka mainin cewek? Atau sikap nggak sopan gue sama orang lain? Lo suka sifat buruk gue yang mana, Ai?"
Airin memalingkan arah pandangnya. Jujur saja, Airin mulai merasa tersudut karena tidak menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Kaisar. Tapi, Airin masih belum mengakui bahwa perasaannya hanya obsesi semata.
"Sifat gue yang mana, Ai? Nggak ada kan? Atau ada hal lain yang bikin lo suka gue?" tanya Kaisar.
Airin masih diam, belum menemukan sedikitpun jawaban dari pertanyaan Kaisar. Di bawah meja, Airin meremas-remas tangannya. Disudutkan seperti ini membuat Airin merasa sedikit marah. Ia sangat benci situasi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Teen FictionShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...