Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
________________________
"Argghh!!!" Dengan kesal Shana melempar lidi yang sedari tadi ia gunakan untuk mencoret-coret tanah ke sembarang arah.Shana benar-benar kesal sekarang. Padahal sudah lima hari ia tidak pulang ke rumah. Tapi sampai saat ini, belum ada tanda-tanda kekhawatiran orang-orang pada dirinya. Papa tidak mencarinya, Kaisar tak kunjung tiba, Shana mendadak merasa kalau ia sudah tidak dipedulikan lagi.
Dengan rasa sesak yang semakin menumpuk di dalam dadanya, Shana mencoret-coret tanah yang masih sedikit basah dengan jari telunjuknya. Jika dilihat sekilas, Shana seperti anak sd yang kabur dari rumah dan bingung dengan apa yang ia lakukan selanjutnya, ia kehilangan arah.
"Wajar, sih, lagian siapa juga yang bakal khawatirin manusia kayak gue? Pemalas, nggak tau diri, beban Kaisar, beban Papa, beban negara, beban dari para beban sealam semesta yang luas ini," monolog Shana sambil menahan tangisnya yang hampir pecah.
Tak peduli dengan orang-orang yang silih berganti melewatinya, Shana masih betah untuk terus berbicara sendiri seperti orang gila. Ia sedang mencoba untuk menyembuhkan luka tak kasat mata yang ada di hatinya. Kalau dengan cara seperti ini bisa menyembuhkannya, Shana tidak akan keberatan di cap orang gila oleh orang-orang yang lewat. Toh, mereka juga tidak saling kenal, Shana tidak merugikan mereka.
"Nggak berguna banget ya gue, hahaha."
"Nggak bisa ngapa-ngapain, goblok. Untung cantik, setidaknya harga jual gue nggak jatuh-jatuh amat."
"Kalau dijual, gue laku berapa, ya? Jadi penasaran."
Shana masih bermonolog sampai sebuah bola basket yang entah dari mana asalnya mendarat tepat di dahinya. Shana limbung dan langsung terduduk di atas tanah. Sejenak, ia memegang kepalanya yang terbentur bola sambil menggelengkan kepalanya kecil untuk mengumpulkan kesadaran. Shana begitu menikmati rasa pusing yang menyerangnya, jadi begini toh yang rasanya mabuk. Dunia berputar-putar, manusia keliatan nggak punya tulang, jadi lembek semua.
"Sorry-sorry, gue nggak sengaja. Mau ke dokter? Mana tau lo langsung geger otak," ucap seorang laki-laki dengan panik sambil berjongkok di hadapan Shana.
"Hahahahaha." Shana tergelak keras, ia menertawakan nasibnya yang begitu buruk.
Sosok laki-laki yang ada di hadapan Shana saat ini dahinya langsung berkerut, ia bingung kenapa Shana malah tertawa. Dengan ekspresi penuh tanda tanya, ia menoleh pada temannya yang berdiri di belakangnya.
"Kok ketawa?" tanya laki-laki itu.
Shana masih tertawa, membiarkan rasa penasaran kedua laki-laki yang ada di hadapannya terus terheran dengan apa yang terjadi. Shana terus tertawa keras untuk beberapa saat hingga akhirnya isakan kecil lolos. Tentu saja hal ini membuat kedua laki-laki yang sedari tadi masih berada di hadapannya semakin kebingungan.
"Tenang aja, gue nggak papa, beban dari segala beban sealam semesta yang luas ini nggak pa-pa. Lemparan lo juga nggak bikin gue gila kok, gue emang udah gila dari dulu, sih. Gue nggak pa-pa, tapi lain kali jangan sembarangan lempar bola basket, entar kena orang lain, rasanya sakit, loh. Tapi gue udah kebal, jadi rasanya nggak sakit-sakit amat," ucap Shana setengah berbohong sambil menghapus air matanya, kemudian pergi begitu saja sambil terkekeh kecil.
"Gue bener-bener minta maaf! Lo beneran nggak pa-pa?"
Shana hanya merespon dengan gestur tangan yang menunjukkan tanda oke tanpa berbalik badan. Membuat kedua laki-laki itu saling berpandangan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Подростковая литератураShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...