Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
________________________
Shana mencoret-coret bukunya karena bingung harus menulis apa. Sekarang ia terjebak di dalam ruang ekskul sastra berkat kerja keras Mbak Mawar dan Kun yang daftarin Shana buat masuk ekskul. Shana sebenarnya juga heran sendiri, ternyata mereka seniat itu membuat Shana gabung ekskul.
"Kak, lo nggak nulis?" tanya seorang siswa laki-laki yang duduk di sebelah Shana.
"Ah? Lagi mikir nih," jawab Shana asal. Jangankan mikir, untuk menulis satu huruf saja Shana malas.
Siswa laki-laki itu mendekatkan pada Shana. "Gue Danan, kelas sepuluh IPS dua," ucapnya sambil menyodorkan tangan untuk mengajak Shana berjabat tangan.
"Shana, sebelas IPA lima," jawab Shana sambil menyambut uluran tangan Danan.
Shana kembali memandang kertas kosong miliknya. Ternyata gabung ekskul sastra tidak menyenangkan seperti yang Shana kira. Ini mereka disuruh bikin puisi, cerpen, atau cerbung, dan wajib ada satu anggota satu karya. Katanya sih buat ngisi mading. Shana yang penulis abal-abal ini tidak tahu harus menulis apa untuk diserahkan pada ketua ekskul mereka.
"Kak, menurut lo puisi gue ada yang kurang nggak?" Danan menyodorkan kertas berisi puisi yang sudah ia tulis pada Shana.
Shana melirik dari sudut matanya. Sumpah ya, untuk menulis karyanya sendiri saja Shana tidak bisa, ini adek kelas soak malah minta pendapat. Mau mengumpat aja rasanya, emang baiknya Shana di rumah aja, nggak perlu ikut ekskul-ekskul segala.
Sambil menghembuskan napas kasar, Shana mengambil kertas yang disodorkan Danan dan membacanya dengan seksama. Saat sudah membaca bait demi bait, mata Shana terbuka kian lebar. Tidak menyangka tulisan Danan akan seperti ini. Sumpah, tulisan Shana nggak ada apa-apanya dibandingin tulisan Danan. Dalam sekejap, Shana dapat menyadari bahwa dirinya itu hanya penulis abal-abal.
"Bawa jauh-jauh deh tulisan lo," usir Shana mendorong kertas puisi itu pada Danan.
Danan yang bingung dengan reaksi Shana langsung membaca kembali tulisannya baik-baik. Mungkin ada typo yang bikin puisinya jadi ambigu atau apa sampai membuat kakak kelasnya ini terlihat enggan membaca puisi yang ia tulis.
"Salahnya di mana ya, Kak?" tanya Danan setelah membaca tulisannya berulang kali.
"Nggak ada."
"Terus? Kenapa kayak nggak suka?" bingung Danan.
"Bukannya nggak suka nih, ya," jawab Shana sambil menoleh pada Danan. "Gue nggak paham maksudnya," jawab Shana
"Bagian mana yang bikin nggak paham, Kak?" tanya Danan lagi sambil meneliti tulisannya sendiri.
"Semuanya, gue hampir nggak paham semua diksinya. Gila! Lo dapat semua diksi itu dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Teen FictionShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...