7) Berakhir

541 45 8
                                    

Melepaskan memang akan terasa menyakitkan, tetapi jika harus mempertahankan itu akan jauh lebih menyakitkan.

🍁🍁🍁

"Mau kemana kalian?"

Dua wanita berbeda generasi itu lantas menoleh ke sumber suara dan tepat di depan mereka kini ada sosok pria hampir setengah abad, tetapi masih terlihat tampan dan berkharisma itu tengah menatap mereka tajam. Bagaimana tidak, pria itu tidak mungkin membiarkan anak dan istrinya keluar rumah di malam hari.

"Pa, a-aku mau ketemu Langit. Dia kecelakaan," jawab anak pria itu yang tak lain adalah Adia dan istri pria itu adalah Diana.

"Enggak!" tolak Agasa tegas, "masuk!"

Adia menggeleng. "Aku mau ke sana, Pa. Langit butuh aku, Pa. Aku mohon, Pa. Aku tahu Papa enggak suka sama Langit, tapi untuk kali ini aja izinin aku buat ketemu dia, Pa. Dia kecelakaan." Adia menatap penuh harap pada Agasa, tak lupa matanya yang kembali mengeluarkan air mata.

"Dia punya keluarga Adia, masuk!"

"Agasa, ngertiin anak kamu bisa?" Kini Diana yang angkat bicara, "lagian aku yang antar Adia, Adia enggak sendiri."

"Enggak! Sekalinya enggak, tetap enggak!" kukuh Agasa, "mana mungkin aku ngebiarin istri dan anak perempuan aku keluar malam, sedangkan aku diam di rumah."

"Makanya ayo kamu ikut! Gitu aja susah."

"Diana!" bentak Agasa membuat Adia dan Diana tersentak. Agasa jarang membentak Diana, jikapun iya itu artinya Agasa sudah sangat marah dan emosi.

"Aku baru pulang, dan seperti itu cara kamu melayani suami?" sambung Agasa melayangkan tatapan tajamnya.

"Bu-bukan gitu, Gas, tap—"

"Sekali enggak tetap enggak, sekarang masuk! Bocah itu ada di rumah sakit keluarga kita, Evano yang nanganin, aku jamin dia baik-baik aja. Selangkah kalian berani keluar dari rumah, aku enggak segan-segan ngasih kalian hukuman!" Setelah mengucapkan itu Agasa bergegas masuk ke rumah, meninggalkan Adia yang semakin menangis dan Diana yang berusaha menenangkan anaknya.

"Maafin aku, Ma. Gara-gara aku Mama dimarahin papa," ujar Adia merasa bersalah.

Diana menggeleng, perdebatan seperti tadi bukan hal baru untuknya dan Agasa. Sudah hampir tiga puluh dua tahun membina rumah tangga dengan pria bernama Agasa, membuat Diana pernah melewati masa-masa seperti tadi.

"Enggak papa, Sayang. Sekarang kamu masuk, ya? Udah malam. Mama janji nemenin kamu besok pagi ke rumah sakit. Soal Langit kamu percaya kan kalau abang kamu itu enggak akan pernah mengecewakan soal menangani pasien?"

Adia mengangguk. Dia mungkin menyayangi Langit, tetapi dia lebih sayang Diana. Dia tidak mungkin membiarkan Diana semakin dimarahi Agasa, papanya.

"Makasih ya, Ma, aku sayang Mama," ujar Adia seraya memeluk mamanya.

"Mama juga sayang kamu, Nak." dan Mama enggak akan ngebiarin anak Mama sedih karena Mama ataupun papa lagi. Cukup abang-abang kamu dulu, lanjutnya dalam hatinya.

***

"Adia mau datang, kan?" tanya Melly pada Fajar. Melly sangat mengharapkan kedatangan Adia karena sejak kecelakaan terjadi yang Langit sebut dalam ketidaksadarannya adalah nama Adia.

Fajar menggeleng. "Adia enggak bisa, paling besok pagi."

"Dia emang gitu, kalau kak Langit sakit aja enggak mau nempel, giliran sehat eh enggak mau lepas." Nadia, adik Langit, gadis ini memang tidak menyukai Adia dan Nadia tidak segan-segan untuk menunjukkan hal itu secara langsung, seperti saat ini contohnya.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang