33) Ada Harga Yang Harus Dibayar

284 25 6
                                    


“Nyatanya kalimat 'tidak ada yang gratis di dunia ini' itu memang benar. Contohnya saja aku, aku harus berjuang demi mereka yang aku sayang. Tak apa, setidaknya mereka bahagia. Itu sudah cukup bagiku.”

🍁🍁🍁

Diana dibebaskan karena pihak pelapor memutuskan untuk mencabut laporan. Diana senang bukan main dan hal pertama yang dia lakukan adalah menghubungi Bianca, sahabatnya. Jika dia menghubungi Agasa, Diana tidak mau karena Diana mau Agasa fokus pada anak-anaknya saja.

"Lo kenapa sih enggak bilang kalau lo ditangkap polisi?"

Bukannya memeluk atau bertanya bagaimana keadaannya justru Bianca bertanya demikian dengan wajah cemberut.

"Lo kira pas gue ditangkap polisi kepikiran apa buat ngabarin. Enggak Bianca. Ada-ada aja ah. Pulang yok anak gue belum makan," balas Diana.

"Eh iya sih ya. Ah pokoknya kalau ada apa-apa lagi harus hubungin gue. Lo tahu kan gue sahabat lo yang paling setia. Jangan kayak gini lagi. Gue jantungan."

"Iya, Bianca. Ayok balik. Gue enggak sabar pengen meluk Adia."

Kini Bianca tak lagi buka suara, wanita empat puluh sembilan tahun itu mengapit lengan sahabatnya sebelum akhirnya keluar dari kantor polisi.

Sedangkan, di lain tempat terlihat seorang gadis yang tengah duduk di pinggiran ranjang. Gadis itu menunduk sembari tangannya sibuk memilin rok abu-abu yang masih melekat di tubuh mungilnya. Gadis yang tak lain adalah Adia itu nampak tengah berpikir atas keputusan yang telah dia ambil.

"Nama saya Raymond Atmaja, ayahnya Justin. Saya yang melaporkan mama kamu ke polisi atas tuduhan kekerasan pada Justin. Mama kamu sudah menampar Justin tiga kali."

"Om jahat, aku mohon bebasin mama."

"Saya akan bebaskan mama kamu, tapi ada harga yang harus dibayar."

"Apa? Om mau apa? Adia turutin."

"Tunangan sama Justin. Kamu sanggup?"

"A-aku enggak bisa." Mendengar namanya saja Adia takut, apalagi jika harus bertunangan.

Raymond menyeringai. "Asal kamu tahu saya pemilik yayasan Nusa Bangsa. Jika kamu menolak permintaan saya itu artinya ada korban selain mama kamu. Korbannya ya mantan kamu, kakak sepupu kamu, temannya, dan sahabat kamu. Mereka akan saya DO dari sekolah dan diblacklist dari sekolah manapun."

"Aku mohon, jangan nyakitin mereka," mohon Adia.

"Tidak jika kamu menuruti apa yang saya minta."

"Oke, Adia mau tunangan sama Justin."

Bagi Adia, nasib orang yang dia sayang lebih penting untuk saat ini terlebih mamanya. Adia tidak ingin dibenci papanya dan Adia tidak sanggup melihat mamanya menderita.

"Non...."

Lamunan Adia buyar karena suara Bi Tuti—ART keluarga Raymond—yang memanggilnya.

"Cepat mandi, Non. Den Justin sudah menunggu di depan pintu. Ini Bibi bawa handuk sama baju gantinya. Kalau sabun sudah disiapkan," ucap Bu Tuti lagi.

Adia menerima baju ganti serta handuk sembari tersenyum sopan. "Makasih ya, Bi. Bilang sama Justin, aku mandi dulu."

Bu Tuti mengangguk. "Kalau begitu Bibi permisi."

"Iya, Bi."

Adia memang ikut bersama Raymond ke kediamannya, itu permintaan Raymond juga. Adia takut? Tentu, tetapi demi sang mama dan orang yang Adia sayang, Adia harus bisa. Toh, Langit saja sudah tak peduli padanya. Sudah tidak ada cinta yang mesti Adia perjuangkan saat ini.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang