27) Pergi Adalah Jalan Terbaik

355 31 17
                                    

“Aku tak mungkin bersama dia yang bersangkutan dengan orang yang membuat panutanku tiada.”

🍁🍁🍁

"Mau kemana kamu?"

Langit menghentikan langkahnya dan membalikan badannya untuk berhadapan dengan si penanya yang sangat Langit kenali suaranya, siapalagi kalau bukan Bu Friska.

"Ini sudah jam pulang, Bu. Tentu saya mau pulang," jawab Langit bohong karena yang sebenarnya dia ingin menjenguk Adia sama seperti Fajar, Darel dan ketiga sahabat Adia.

"Kamu tidak perlu menutupi apa-apa dari saya, Langit. Saya sudah tahu kamu akan ke rumah Adia, kan?"

Sudah Langit duga pasti gurunya ini sudah tahu hal itu dan itu alasan mengapa gurunya ini mencegat langkahnya.

"Kalau memang saya ingin menjenguk Myesha. Memang kenapa?" tanya Langit sesopan mungkin.

Bu Friska menggeleng. "Saya tidak izinkan!" tegas Bu Friska membuat Langit mengernyitkan dahinya.

"Kenapa? Apa menjenguk yang sakit adalah hal yang diharamkan?"

"Saya tahu tujuan kamu, Langit. Saya sudah tahu juga kalau kamu yang menolong Adia saat diserang dan kamu juga yang membawa juga menjaga Adia di UKS. Jangan pikir kamu saya tidak tahu, Langit."

"Lalu apa yang salah? Apa menolong dan membela orang yang tak bersalah adalah suatu kesalahan di mata Ibu?"

Bu Friska mengangguk. "Khusus untuk kamu dan Adia, Langit. Saya harap kamu paham dengan aturan yang saya buat. Kamu tahu Adia tidak diizinkan masuk lewat gerbang utama karena saya mengantisipasi agar kalian tidak bertemu. Mungkin kejadian kamu menolong Adia tadi, saya maklumi, tapi saya harap kamu tidak berusaha untuk menjenguk dia dan mendekati dia lagi setelah ini."

Baru saja Langit ingin protes, tetapi sayang Bu Friska sudah lebih dulu melanjutkan ucapannya yang membuat Langit tak berkutik dan tak punya pilihan lagi selain menuruti permintaan Bu Friska.

"Kamu harus ingat beasiswa kamu yang menjadi taruhannya dan saya juga tahu betapa sangat berharapnya ibu kamu akan beasiswa ini." Begitu katanya.

***

"Langit enggak jadi ikut."

"Kenapa?"

"Alah paling lebih mentingin adiknya. Udahlah dia mah emang enggak bisa diandalkan," jawab Jessica yang memang sudah tahu tabiat mantannya sekaligus mantan sahabatnya itu.

"Bisa enggak sih sekali ini aja lo enggak usah sewot sama si Langit. Punya den—"

"Udah," sanggah Darel yang muak dengan perdebatan antara Fajar dan kekasihnya itu, "kalau Langit enggak bisa, kita aja, gitu aja ribet." Setelah mengucapkan itu Darel lantas menarik kekasihnya untuk masuk ke mobilnya meninggalkan Fajar, Nabila dan Dara.

"Makanya lo harus bisa tahan emosi, Fajar. Lo tahu sendiri kan si Jessica emosian," ucap Nabila sembari menatap kepergian Jessica dan Darel.

"Emang tuh cewek PMS mulu bawaannya apalagi kalau ngomongin si Langit," balas Fajar yang diam-diam tersenyum bahagia karena Nabila mau bicara padanya.

"Yaudah sekarang kita susul aja mereka ke rumah Adia. Jangan diperpanjang," ucap Dara.

"Yaudah ayo!"

Nabila nebeng dengan Dara yang memang selalu membawa motor matic ke sekolah, sedangkan Fajar harus menanggung beban jika dia harus selalu sendirian di ninja hitam miliknya, padahal Fajar berhadap Nabila ada di jok boncengannya sembari memeluk perutnya erat layaknya sepasang kekasih. Halu aja terus siapa tahu nanti jadi kenyataan! Begitulah pikirannya saat ini.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang