17) Bang Evan Jahat

342 28 8
                                    

“Nyatanya keluargaku tak sesempurna yang mereka lihat, yang mereka lihat hanyalah cover untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi.”

🍁🍁🍁

"Kalau nanti lo punya anak, namanya siapa?"

"Bumi sama Bulan."

"Kenapa milih nama itu?"

"Karena nama papanya Langit."

"Kalau bukan Langit?"

"Ya, harus Langit."

Langit tak kuasa menahan tangannya untuk tidak mengacak gemas rambut pacarnya itu. Adia memang menggemaskan, dia juga tulus pada Langit. Hal itu yang terkadang membuat Langit ingin egois, dia ingin Adia selamanya, meskipun restu itu belum sepenuhnya dia dapat.

"Ngapain tiba-tiba nanya soal nama anak?" tanya Adia menatap lurus pada kekasihnya.

"Enggak papa, emang kenapa?"

"Enggak papa juga."

Kocak dan absurd, bukan obrolan keduanya? Tetapi jujur Langit suka, entah apapun itu jika dengan Adia, dia suka. Terlebih mengingat Nadia yang tak lagi mengusiknya, dan masalahnya hanya tinggal pihak Adia.

"Kalau punya rumah lo mau warna apa?"

"Abu-abu mungkin."

"Kenapa abu-abu?"

"Enggak tahu," jawab Adia seadanya, "perasaan dari tadi kamu nanya hal-hal kayak gitu. Kenapa sih? Kam—"

Tin tin tin

Suara klakson diiringi cahaya mobil itu memotong ucapan Adia. Adia lantas turun dari Vespa Langit ketika sadar jika mobil itu milik papanya. Langit berdiri agak berjarak dari Adia.

"Lho, ada Langit. Kenapa enggak di dalam?" Itu Diana. Wanita itu tersenyum hangat ke arah Langit membuat Langit tidak segan untuk menyalami Diana.

"Enggak ada siapa-siapa di dalam, enggak enak, Tan," jawab Langit.

"Iya, bener. Yaudah sekarang masuk."

"Udah malam, Diana. Lebih baik dia pulang." Itu suara Agasa, pria itu berjalan mendekati Adia, Langit juga Diana, tak lupa Kenan dan Evano yang mengekor di belakang Agasa.

"Iya, lebih baik kamu pulang sana," ujar Evano menambahkan.

"Abang," tegur Adia, dia tak suka nada bicara Evano yang terkesan mengusir belum lagi raut wajah Evano kentara sekali menunjukkan jika pria itu tidak suka keberadaan Langit.

"Lebih baik kita masuk aja," usul Diana dia tidak mau ada kegaduhan.

"Yaudah, ayo!" Agasa menggandeng tangan istrinya menuntun keduanya untuk masuk ke rumah.

"Gue juga masuk deh. Gue duluan ya, Lang." Kenan sepertinya tidak main-main dengan ucapannya, dia sudah tak sinis pada Langit.

Kini tinggal ada Evano, Adia juga Langit.

"Kamu abis makan jajanan jalanan?" tanya Evano, tatapan pria itu fokus pada cilok buatan ibu Langit yang dipegang Adia.

"Eng—"

"Jika memang kamu enggak sanggup enggak usah kamu ngebeliin adik saya jajanan, itu lebih baik daripada Adia sakit karena jajanan tidak sehat itu," potong Evano, dia melayangkan tatapan tajamnya pada Langit.

Dada Adia kembang kempis, dia mengepalkan tangannya. Baru saja dia ingin maju ke arah abangnya, namun Langit menahan itu.

"Aku minta maaf, Bang, lain kali enggak lagi," ucap Langit memilih mengalah.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang