34) Tentang Justin

262 27 17
                                    

“Pada dasarnya aku adalah orang yang trauma akan kehilangan dan benci tentang pengkhianatan, namun aku adalah orang bodoh karena menjadikan kamu pelampiasan.”

🍁🍁🍁


Semua orang sibuk mencari keberadaan Adia. Jessica, Nabila dan Dara yang didatangi pun ikut panik karena seharian setelah pulang sekolah mereka tidak bertemu Adia terakhir bertemu adalah sebelum pulang sekolah mereka menawarkan untuk pulang bersama, tetapi Adia menolak karena akan dijemput abangnya.

Sedangkan, yang sedang dicari nampak ketakutan dan gemetaran karena di depannya berdiri seseorang yang dia takuti. Siapa lagi jika bukan Justin Perwira Atmaja, anak dari pemilik yayasan tempat dimana Adia menimba ilmu. Adia shock mendengar fakta itu karena selama mereka berpacaran Justin tidak pernah bercerita tentang keluarganya.

Tangan Justin terulur ke depan Adia. "Gue udah baik sekarang, Ad. Percaya sama gue. Ayah udah nunggu lama di bawah," katanya.

Adia menatap tangan Justin, jujur sekuat tenaga dia menahan rasa takutnya sekaligus rasa malunya karena baju yang diberikan padanya kebesaran membuat baju itu mesti dilipat bagian tangan juga kakinya.

"Maaf juga bajunya kegedean, gue enggak sadar ukuran badan lo," ucap Justin yang sadar akan ukuran baju Adia yang kebesaran.

"E-enggak papa, aku justru makasih karena udah ngerepotin," sahut Adia pelan bahkan gadis itu manis menunduk.

Justin tersenyum lebar sebelum akhirnya memaksa untuk menggenggam tangan Adia. Adia tersentak dan Justin menyadari itu. "Pelan-pelan, Ad. Gue yakin lo bisa," ujarnya sembari mengelus tangan Adia yang dia genggam.

Darah Adia berdesir cepat tatkala elusan Justin begitu kentara terasa.

"Makan ya, sejak awal lo ke sini perut lo bunyi terus," ucap Justin membuat pipi Adia bersemu karena malu.

Justin terkekeh singkat, meskipun Adia masih setia menunduk, tetapi Justin yakin jika pipi mantan pacarnya itu bersemu karena ucapannya.

Justin mengusap pelan puncak kepala Adia. "Gue cuman mau lo sembuh biar enggak takut lagi sama gue."

Akhirnya pelan tapi pasti Adia mendongakkan kepalanya, menatap Justin dengan mata belonya. "A-aku bakalan usaha, tapi aku mohon jangan terlalu maksa."

Justin mengangguk. "Apapun untuk lo, gue akan usahakan."

Jujur, Adia berkhayal jika orang yang kini berdiri di depannya sembari menggenggam tangannya dan mengatakan kata-kata romantis itu adalah Langit.

Aku masih berharap akan kamu, Lang.

***

Keesokan harinya, semua berharap Adia datang ke sekolah, meskipun kemungkinannya sangat kecil karena Adia pergi tanpa membawa apapun selain raga dan pakaian yang melekat di tubuhnya itu.

"Lo kan yang nyembunyiin Adia!" Jessica menuduh Alex yang baru tiba dan ikut bergabung dengan ketiga sahabat Adia serta Darel dan Fajar.

Alex menggeleng. "Semalam papanya Adia ke apartemen gue, dia udah geledah kok sekalian bawa koper Adia."

"Tapi lo tahu dimana Adia?" Kini Dara yang bertanya, dia sangat cemas akan keadaan sahabatnya itu bahkan semalam Dara tidak bisa tidur.

Alex kembali menggeleng. "Kalau tahu udah sejak semalam gue nemuin dia, Dar. Jujur gue aja panik pas tahu dia ngilang."

"Gue ngerasa gagal jadi kakak sepupu dia," gumam Darel lirih membuat tangan Jessica refleks mengelus bahu pacarnya itu.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang