22) Adia Anak Jalang

375 31 10
                                    

“Masalalu orang tuaku memang jauh dari kata sempurna, tetapi kalian tidak berhak menghakiminya apalagi memaki aku yang tak tahu apa-apa.”

🍁🍁🍁

Adia sudah mantap akan meninggalkan rumahnya dan tinggal bersama Dara yang memang tinggal di kost-kostan sejak keluarganya pindah ke Yogyakarta.

Adia sudah muak dengan semuanya. Semua orang di rumah ini selalu saja ikut campur akan urusannya.

Adia sudah tujuh belas tahun dan beberapa bulan lagi delapan belas tahun, sudah sepatutnya dia boleh mengambil keputusannya sendiri, bukan?

Akan tetapi, di rumah ini semua itu hanyalah kemustahilan saja dan Adia muak dengan itu.

"Aku tahu ini pasti nyakitin mama, tapi aku juga pengin bahagia, pengin tenang, pengin damai."

Adia terus saja memasukkan pakaiannya ke koper dan tak lupa buku-buku sekolah dan alat tulis lainnya.

Namun, baru saja selesai berkemas suara sang papa mengejutkannya.

"Adia, mau kemana kamu?!"

Adia menghela napasnya, dia gagal, dia terlambat. Keluarganya sudah pulang, kebebasan yang dia dambakan sirna begitu saja.

"Mau kemana, Nak? Adia mau kemana?"

Suara lembut sang mama membuat Adia balik badan untuk berhadapan dengan kedua orang tuanya.

"Adia mau pergi," jujur Adia, dia menatap kedua orang tuanya dengan tatapan penuh keyakinan.

"Pergi kemana kamu? Jangan berani kamu melangkah satu langkah pun keluar rumah ini!" tegas Agasa multak.

Adia tersenyum miris. "Sampai kapan Adia harus hidup di bawah semua keinginan Papa sama abang? Sampai kapan? Adia udah gede, Adia berhak menentukan pilihan Adia sendiri."

"Adia ada masalah, ya? Coba cerita dulu, Nak. Ayo cerita sama Mama, kita omongin baik-baik, ya?" bujuk Diana, tidak ada seorang ibu mana pun yang rela ditinggal anaknya pergi.

Adia menggeleng keras. "Enggak mau! Adia udah mantap mau pergi dari sini. Adia muak sama semua orang yang selalu aja ikut campur urusan aku."

"Kamu ngomong apa, Adia? Kita ikut campur soal apa?" tanya Agasa yang mulai kebingungan.

"Ikut campur soal apa? Papa yakin nanya itu?" Adia menatap sang papa tak percaya. Papanya ini pura-pura atau apa?

"Papa enggak paham kamu ngomong apa, Adia."

"Enggak paham ya, Pa?" tanya Adia lirih, "Papa juga enggak paham sama semua kemauan Adia, kan?"

"Ngomong masalahnya apa? Papa beneran bingung, Adia." Agasa tidak munafik, ia kebingungan.

"Aku enggak suka Papa jodohin aku sama Justin!" jerit Adia, dia tak peduli jika ini tidak sopan karena dia hanya ingin meluapkan apa yang dia rasakan.

"Kamu udah tahu, Nak?" tanya Diana mulai cemas.

"Bahkan Mama juga udah tahu, kan? Aku kira Mama paham akan aku, tapi nyatanya? Enggak sama sekali. Mama sama aja," ujar Adia kecewa.

"Bukan begitu, Nak. Jad—"

"Biar aku aja, Na," potong Agasa, "Adia, listen to me. Papa emang berniat menjodohkan kamu sama Justin karena memang dulu dia mantan kamu yang sayang sama kamu dan karena orang tuanya sama Papa itu berteman baik dalam dunia bisnis, Nak, tapi Papa berubah pikiran asalkan Langit mau mencintai kamu dan tidak melukai kamu."

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang