40) Fakta dan Pertengkaran

306 28 12
                                    


“Apapun yang terjadi di dunia ini sudah menjadi kehendak-Nya, meskipun kadang kita sulit menerimanya, tetapi kita sebagai pemain dari skenario-Nya bisa apa selain berusaha ikhlas untuk menjalaninya?”

🍁🍁🍁

"Tiga tahun lalu, istri saya dioperasi kebetulan dokternya itu mendiang ayah kamu. Saya dan mendiang ayah kamu berbicara banyak hal, utamanya tentang bagaimana mendiang ayah kamu sangat mencintai dunia kesehatan, bahkan dia bercita-cita menjadikan penerusnya seperti dia, tetapi dia bilang dia tidak akan memaksa."

Erwin, pria berumur tujuh puluh sembilan tahun itu mulai menceritakan bagaimana dirinya bisa mengenal sosok Johan Pandawa, ayah dari Langit.

"Kebetulan saat itu saya berencana untuk memperluas Prakarsa Hospital. Saya bercerita tentang itu pada mendiang ayah kamu dan secara tiba-tiba dia menawarkan diri untuk menyuntik dana untuk investasi katanya. Saya ingat mendiang ayah kamu menawarkan tabungannya yang bernilai 200 juta dan dia bahkan nekad untuk menggadaikan rumah kalian ke bank. Ayah kamu bilang kalau dia ingin sekali bisa membangun rumah sakit, tetapi dia sadar itu cukup sulit, makanya saat ada kesempatan mendiang ayah kamu tidak mungkin menyia-nyiakan itu, bahkan seluruh yang dia punya, dia berikan."

"Saya cukup terkejut tentunya, tetapi saat itu memang saya sangat membutuhkan suntikan dana. Dengan keadaan itu saya menyetujui apa yang ayah kamu tawarkan. Namun, sayang saya ditipu oleh pihak kontraktor. Dia menipu saya dan ayah kamu. Dia hilang entah kemana, di hari itu juga istri saya meninggal."

Erwin menjeda ucapannya. Bayangan tentang kematian istrinya, Vena, sangat membekas di ingatannya.

Olivia—selaku kakak dari Agasa yang selama ini mengurus Erwin dan kebetulan hari ini pun dia yang mengantar Erwin ke rumah Langit—mengelus pundak sang ayah, berusaha menguatkan.

"Maafkan saya Langit, saya baru sadar setelah hampir tiga bulan lamanya kalau sebenarnya ayah kamu juga meninggal. Saya terlalu bersedih dan terpuruk saat itu. Istri saya adalah orang yang paling saya sayangi, bahkan dia saat saya di masa-masa terpuruk sekalipun dia selalu ada untuk saya," lanjut Erwin.

"Saya paham. Kehilangan seseorang yang disayangi itu memang luka yang tidak pernah bisa sembuh dengan cepat. Jujur saya dan keluarga saya sudah ikhlas, tetapi beberapa hari lalu ada yang memberikan informasi jika dalang dari semua ini adalah Anda, kakek dari Adia," balas Langit.

Baik Erwin maupun Olivia, mereka tentu terkejut. Darimana pemuda yang dia tahu sebagai anak dari Johan Pandawa ini mengenal Adia.

"Kamu kenal keponakan saya?" tanya Olivia.

"Dia mantan saya," jawab Langit seadanya. Langit memang belum pernah bertemu keluarga besar Adia, dia hanya pernah bertemu dengan kedua orang tua dan kedua abang Adia saja.

"Apa kalian berpisah karena masalah ini?" tanya Erwin tepat sasaran.

Langit tersenyum tipis menanggapi pertanyaan itu.

"Jika benar, saya minta maaf, Nak Langit. Saya berjanji akan mengganti semua kerugian ayah kamu. Mulai dari rumah, uang dan juga mobil yang dibawa saat kecelakaan itu terjadi."

Langit menggeleng. "Tidak usah. Saya rasa semua bukan salah Anda. Semua memang sudah menjadi takdir keluarga saya saja."

"Tidak, Nak Langit. Saya yang salah. Seharusnya saat saya tahu rumah kalian disita, tepatnya bulan ketiga kepergian istri saya dan ayah kamu itu, saya lantas bergegas mencari kalian, kalian menderita karena saya. Maafkan saya," ucap Erwin benar-benar menyesal.

"Kami sudah terbiasa hidup sederhana seperti ini, Pak Erwin."

"Tapi kalian berhak atas rumah, uang dan juga mobil itu. Saya mohon," pinta Erwin.

Tentang Adia [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang