Musim dingin telah tiba. Mingyue Paviliun telah diselimuti oleh gumpalan putih yang lembut namun dingin bila dirasakan. Ada murid-murid yang bermain perang bola salju atau membuat boneka salju. Dan setelahnya mereka beristirahat sambil meminum teh hangat dan makan kue jahe atau sup ayam ginseng.
Xiao Chenri sedang menatap salju yang turun di jendela aula utama dengan tatapan kagum. Saat dia keluar dari aula, dia ingin sekali bermain perang salju bersama dengan ketiga kakaknya. Sayangnya mereka sedang sibuk.
"A-Zuan. Sedang melihat salju sayangku?"
Gadis kecil itu menoleh pada sosok pemilik suara lembut yang menyapanya. Dia memakai hanfu serba putih dan rambutnya tidak diikat oleh konde dan pita. Ekspresi wajahnya begitu lembut.
"Ibuu.." Xiao Chenri berlari menghampiri Ibunya dan memeluk kakinya. "A-Zuan mau main perang salju."
Xiao Xingchen tertawa ringan dan menggendong putrinya sambil memeluknya. "Sabar sayang. Ketiga kakakmu sebentar akan selesai dengan pekerjaan mereka. Mau makan kue jahe dan minum teh ginseng?"
"Unh. Mauuu."
"Ayo kita ke meja makan sayang."
"Mm!" Xiao Chenri mengangguk mantap sambil tersenyum manis pada Ibunya.
Di ruang makan, gadis kecil melahap kue jahe sambil tersenyum manis. Dia sangat menyukai apa saja yang manis. Tapi baginya, kue adalah yang terbaik yang pernah ada.
"Ibuu. Makan kue juga."
"A-Zuan saja ya. Kue jahe ini untukmu dan ketiga kakakmu." Kata Xiao Xingchen sambil mengelus rambutnya.
"Unh.. A-Zuan rindu Ayah, Bibi, Da-Jie, Xiongzhang dan Xiao-Jie. Kapan mereka akan pulang?" Kata Xiao Chenri dengan raut wajah yang sedih.
"Mereka pasti akan pulang sayang. Sabar oke?" Kata Xiao Xingchen sambil memangku putri bungsunya dan mencium keningnya.
"Ibu. Nyanyi.." Kata Xiao Chenri sambil membenamkan wajahnya di dadanya.
Xiao Xingchen tertawa lembut. Dia memejamkan kedua matanya sambil bersenandung sebuah lagu untuk anak bungsunya. Tidak hanya dia, semua anak-anaknya pun juga sama. Bahkan suaminya juga.
"Suara Ibu sangat cantik. Ayah bilang suara Ibu sangat cantik saat menyanyi." Xiao Chenri mencium pipinya dengan gemas.
"Anak manis. Kau terkadang mirip dengan Ayahmu, permata kecil." Xiao Xingchen pun membalas ciuman putri bungsunya.
"Ibuu~"
"Apa sayang?"
"Menurut Ibu, apa salju itu cantik?" Xiao Chenri bertanya sambil bermanja-manja pada Ibunya.
"Tentu saja cantik. Salju adalah anugerah yang indah yang diberikan oleh Surga dan Dewa untuk bumi ini. Xiao-jiemu memiliki kecantikan yang ibaratkan salju di wajahnya."
"Iya iya benar Ibu. Xiao-jie sangat cantik. Jadi A-Zuan merasa seperti melihat salju dari wajah Xiao-jie. Apalagi kalau Xiao-jie sedang tersenyum. Walaupun Xiao-jie punya wajah yang secantik salju, tapi hangat." Kata Xiao Chenri sambil tersenyum manis pada Ibunya.
Xiao Xingchen tertawa lembut. "Kalau Xiongzhangmu, Da-Jiemu dan Ayahmu ibaratkan apa?"
"Mm.." Xiao Chenri berpikir sejenak sebelum akhirnya dia menjawab. "Ibaratkan gunung es."
"Ahahaha karena ekspresi datar mereka sayang?"
"Mn mn." Xiao Chenri mengangguk-angguk dengan imutnya. "Tapi yang lebih parah itu Xiongzhang. Mukanya selalu datar dan dingin. Setidaknya Da-Jie dan Ayah bisa mencairkan muka gunung es mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
New Life
FanfictionKedua Daozhang legendaris telah kembali ke dunia ini. Akankah mereka bisa kembali bersama lagi seperti dahulu kala? Apakah mimpi mereka akan menjadi kenyataan?