56. SAH

25.5K 3.2K 805
                                    

Setelah peristiwa berbau mistis itu usai, kegiatan KBM di SMA Jupiter diberhentikan. Para murid dipulangkan, pun dengan guru-gurunya. Kini, pihak polisi tengah mengusut kasus jatuhnya Bumi dari gedung lantai 5 sekolah.

Namun, karena banyak saksi yang memberi tahukan kebenaran, pihak polisi tidak kembali mengusut. Karena percuma, dalangnya adalah Bumi sendiri. Dalang yang kini menjadi korban, amukan korbannya sendiri.

Butuh waktu 1 jam penuh, Altair menjelaskan kronologi peristiwa tadi. Dan akhirnya, semuanya clear. Aldira dan Dania yang sempat menjadi tersangka, kini bebas dan boleh pulang.

Kini, tinggal jenazah Bumi yang dibawa kerumah duka.

"Aku haus," keluh Aldira sesaat tubuhnya berhasil mendarat di dalam mobil Altair.

Dengan cepat, Altair memberikan sebotol air mineral pada cewek itu. Tidak lupa, sebelumnya juga sempat membukakan tutup botolnya yang masih segel.

"Jangan di ingat-ingat lagi ya, kejadian tadi cukup jadi pengalaman hidup lo. Oke?" Altair menyimpan telapak tangannya di kepala Aldira. Sesekali mengusapnya, dan mengacak rambutnya gemas.

"Tubuh aku tremor di tanya-tanya polisi, padahal aku kan enggak tau sama sekali, kejadiannya." Aldira mulai bercerita, dari nadanya sedikit kesal.

Pasalnya, hampir 30 menit Aldira diintrogasi tanpa jeda.

"Ututututu kasian cewek bawa sial." Altair mengacak gemas rambut Aldira, lalu tangannya turun, mengunyel-unyel pipi cubby cewek itu.

"Hayu pulang, pengen rebahan," pinta Aldira merengek.

"Hayu atuh siap. Pake heula eta sabuk pengaman na atuh Neng geulis," kata Altair berbahasa Sunda. Begitu lucu. Damage-nya akang-akang Bandung pisan!

(Siap. Pakai dulu sabuk pengamannya Neng cantik)

Aldira yang sedikit mengerti dengan bahasa Sunda, langsung memakai seatbelt.

"Geus siap?" tanya Altair. Aldira mengangguk. Altair menepuk stir mobil. "Berangkat!"

"Ihhh cosplay jadi kang Tisna!"

***

"Maaf Pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi pasien memang sudah meninggal sejak dibawa kesini. Ada kerusakan di jantungnya Pak. Belum lagi, pendarahannya di kepala. Kami pihak medis tidak bisa menyelamatkannya."

Ardilova rubuh mendengar itu. Begitu juga dengan Capella. Tidak pernah terduga, apalagi terpintas bahwa putra semata wayangnya akan pergi secepat ini. Bahkan sebelum Ardilova sendiri tutup usia. 

"Bumi ... hiks." Tangisan Capella menggila. Disaksikan dengan beberapa suster di hadapannya, Capella hampir saja pingsan.

Entah kenapa, Capella rasa dunia berputar lambat untuknya. Belum lagi, kepalanya kini berdenyut nyeri.

Huek ... Huek ... Huek!

Capella membekap mulutnya, tiba-tiba saja ia muntah-muntah. Buru-buru, Capella pergi menuju toilet rumah sakit. Meninggalkan Ardilova seorang diri dengan keadaan masih rubuh disana.

Huek ... Huek ... Huek!

Diiringi oleh air wastafel yang menyala, Capella terus saja memuntahkan cairan bening yang begitu kental di dalam perutnya. Entahlah, Capella merasa perutnya begitu mual. Padahal tadi biasa saja. Dengan wajah yang kini memucat, Capella menatap pantulan tubuhnya di cermin.

Sekilas, bayang-bayang kejadian satu bulan lalu terpintas.

"Please, gue lagi pengen tubuh lo, Pell. Sekali aja, kalau lo hamil? Gue janji akan tanggung jawab," ujar Bumi begitu lembut dan memikat.

ALTAIR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang