BUGH!
"Kakak macam apa lo, bangsat?! Ngejadiin Aldira sebagai hadiah taruhan?!! Waras nggak lo?!!" sungut Altair emosi.
Satu bogeman mentah sudah mendarat dengan sempurna di wajah Dafi.
"JAWAB DAFI!!!" Altair semakin berseru. Ia menarik baju Dafi dan mencengkramnya kuat-kuat. "Lo kakak berengsek, lo sama aja ngejual Aldira ke Davian!!"
Dafi terdiam. Ia menatap datar seorang Altair sekarang. Dafi bisa merasakan deru napas Altair yang memburu. Dafi juga bisa melihat dengan jelas, sorot mata Altair yang kini memancarkan kemarahan yang mendidih.
"Aldira hampir diperkosa Davian," ungkap Altair berat. Mata Dafi membelalak tahu akan itu. "ITU SEMUA KARENA LO BANGSAT!!" serunya lagi. Kalap.
Altair benar-benar kalap. Otaknya benar-benar tidak bisa berpikir jernih lagi. Amarah sudah benar-benar menguasai dirinya. Untungnya, Aldira sudah masuk ke dalam rumah. Jika cewek itu masih ada, mungkin, pertengkaran akan semakin mengakar.
"JANGAN DIEM AJA DAFI, NGOMONG!!!" Altair mengguncang tubuh Dafi, membuat sang empu mengerjap jengah diperlakukan kasar seperti ini.
"Lepasin," Dafi menepis kuat tangan Altair yang mencengkram kuat bajunya. "Gue salah, gue ngaku itu," katanya pelan. Hampir tidak terdengar.
Namun satu hal yang pasti, rasa bersalah begitu kentara di wajah Dafi. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Davian benar-benar akan melakukan hal diluar batas pada Aldira.
Dafi pikir, semua perkataannya hanya lelucon. Namun? Tidak. Dafi juga melihat dengan jelas kekecewaan, serta kemarahan, yang terpatri di wajah Aldira tadi. Bahkan Aldira juga enggan melihat Dafi.
"Lo menyuruh Aldira buat jauhin gue? Iya?" Altair merendahkan nada bicaranya. Napasnya yang memburu perlahan netral. "Gue kasih tau, Daf. Aldira nggak akan bisa jauh dari gue," kata Altair tegas. Sorot matanya redup, namun masih memancarkan api amarah.
"Gue," Altair menunjuk dirinya sendiri. "Dan Aldira, nggak akan bisa terpisahkan. Sejauh dan sekeras apapun lo, berusaha menjauhkan Aldira dari gue? Hasilnya akan nol." Senyuman smirk mengiringi perkataannya. "Aldira itu ibarat merpati, dan gue adalah rumahnya. Sejauh apapun merpati pergi, dia akan kembali ke rumahnya. Merpati aja tahu pulang. Apalagi Aldira, dia lebih tahu dimana tempat pulang terbaiknya. Ngerti lo?!"
Dafi semakin terdiam seribu bahasa. Semua perkataan yang lolos dari mulut Altair, merupakan hal telak untuknya.
"Sekali lagi, lo jadiin Aldira sebagai hadiah taruhan? Gue penggal kepala lo di depan umum," ancam Altair tajam.
Setelah ancamannya itu meluncur dengan sempurna dan tampaknya berhasil membuat Dafi bergidik takut. Barulah, Altair bergerak mundur. Ia pergi dari hadapan Dafi dan sekitaran teras rumah Aldira.
Sepertinya, Altair tidak bisa lebih lama lagi. Ia benar-benar muak melihat Dafi. Namun, baru saja Altair hendak masuk mobil, tiba-tiba saja ... ponselnya berdering. Pertanda, ada yang menelponnya. Sambil bergerak sigap, Altair langsung mengangkatnya. Namun sebelum itu, ia membaca lebih dulu nama kontak yang terpampang disana. Ternyata, orang suruhannya.
"Ada apa?"
"Lapor tuan muda, orang yang bernama Davian Brama Aksara kini tengah kritis di rumah sakit."
Altair tersenyum puas. "Bagus. Terus?"
"Kami juga berhasil, membuat perusahaan Brama Aksara group perlahan hancur. Karena beberapa perusahaan, membatalkan kontrak kerjasama dan mencabut sahamnya. Kami juga berhasil, membuat bisnis kosmetik keluarga Brama Aksara terancam gulung tikar. Karena kita membuat tipu daya di dalamnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...