4 Bulan Kemudian ....
Tirai putih tulang di tepian jendela bergeser, mengikuti ritme sebuah jemari lentik yang menggesernya. Cahaya matahari pagi itu menelusup masuk melewati celah-celah jendela dan langsung menyapa, semilir angin pagi juga turut serta. Aldira tersenyum kala melihat ke perutnya. Senyumannya yang lebar, membuat matanya menyipit indah. Ia memejamkan mata, membiarkan kedamaian pagi itu memeluknya. Empat bulan sudah dilalui hampir tak terasa, kini perut yang rampingnya mulai membuncit.
Aldira mengusap perutnya penuh sayang, sambil perlahan mengerjap. Ia bersenandung kecil seolah bernyanyi untuk anaknya. Hingga tak lama, tangan kekar tiba-tiba memeluknya dari belakang. Sebuah kepala, juga tiba-tiba hinggap dan tenggelam di ceruk lehernya.
"Selamat pagi sayang." Sapaan serak-serak basah, yang begitu memikat membuat Aldira tahu siapa dalang di belakang.
Tangan kekar tatoan itu, masih sama pemiliknya. Altair Prawira Atmaja, cowok yang memutuskan untuk tidak kuliah, dan malah langsung terjun kerja di perusahaan sang papah. Namanya juga orang kaya, suka melakukan hal sesukanya. Tidak tanggung-tanggung, Altair langsung diberi jabatan sebagai direktur utama. Dan kabar baiknya, Altair akan membangun perusahaan sendiri.
"Pagi kembali, Akang," balas Aldira kemudian.
Altair mengerjap lamban, ia ikut mengusap perut Aldira beriringan dengan jemari sang istri. "Anaknya nggak nendang??"
"Belum atuh, baru juga empat bulan." Aldira sedikit terkekeh kecil. Semenjak perut Aldira mulai berisi, Altair tak pernah bosan bertanya hal itu. Iya, bertanya perihal anaknya sudah menendang atau belum.
"Gak sabar banget, pengen liat anak kita." Altair memejamkan matanya lagi, mendusel ke ceruk leher Aldira yang begitu wangi khas cewek itu.
"Akang belum mandi, ya??" tanya Aldira, lebih tepatnya menerka. Lidah Altair berdecak, istrinya ini selalu saja tahu bahwa Altair belum mandi.
"Mandiin atuh sayang," pinta Altair berbisik.
"Gak mau ah, Akang udah gede masa dimandiin. Affan aja udah bisa mandi sendiri." Aldira mengusap-usap lengan kekar Altair. Tepatnya, di lengan kekar bertatonya. "Anak kita nanti takut nggak ya, pas liat tangan papahnya tatoan serem gini?"
Altair langsung mengerjap, melerai pelukannya cepat. Aldira yang merasa ucapannya salah, langsung berbalik badan.
"Bercanda," lanjut Aldira tersenyum manis.
"Lo lagi bikin kode biar gue hapus tato, iya?" Altair bersedekap dada. Raut wajahnya datar, tak terbaca.
"Nggak, Akang mah ih gak jebo. Aku cuma nanya iseng aja, Kang. Tatoan atau nggak, Akang tetep ganteng kok." Aldira mengedipkan matanya berkali-kali genit.
"Gue emang ganteng dari lahir, baru nyadar lo, hah?" Altair memajukan wajahnya, membuat Aldira mundur. "Cium dulu sini."
Aldira menggeleng. "Akang belum mandi, mulutnya bau naga! Wlee!" Ia menjulurkan lidahnya mengejek. Altair langsung keluar tanduk, membuat Aldira berlari kecil mengejek sang suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...