78. GIO?

14.1K 2K 255
                                    

"Selamat pagi, kami dari pihak kepolisian." Salah satu polisi mulai buka suara, membuat Altair menegang di tempatnya.

"Selamat pagi juga, Pak. Ini ada apa ya?" tanya Altair. Sebisa mungkin, ia bersikap biasa saja. Walaupun pada nyatanya, ia sudah ketar-ketir.

"Kami hendak melakukan penangkapan," jawab satu polisi yang lain.

Jantung Altair rasanya berdetak kencang, perasaannya seperti tengah naik roller coaster. Naik turun.

"Pen-angkapan?" Suara Altair terbata, ada sedikit ketakutan yang terpancar dari wajahnya. Cowok itu bergerak gusar, tak karuan.

"Iya benar. Kami dari pihak polisi, hendak melakukan penangkapan terhadap salah satu tahanan kami yang kabur. Menurut info yang kami dapat, pelaku masuk ke rumah sakit ini, apakah ada  orang  yang tidak dikenal yang masuk ke ruangan ini, Mas?"

Ciutttttt ....

BRAK!

Rasanya, seperti Altair meluncur dari ketinggian dan jatuh menubruk tanah, sampai nyungsep. Ketakutan Altair kabur seketika, saat mendengar penjelasan lebih detail dari polisi tersebut. Ia langsung membeku, ternyata bukan ia yang akan ditangkap.

"Bagaimana, apakah ada?" Polisi itu bertanya, memastikan.

"Nggak ada Pak, di ruangan ini cuma ada keluarga saya," jawab Altair lega.

"Baik, terima kasih atas waktunya. Maaf telah menggangu waktunya, permisi."

Altair hanya mengangguk, lalu mengusap-usap wajahnya. Sementara, dua orang polisi itu kembali mengecek tiap ruangan.

"Alhamdulillah, gue pikir ... gue yang ditangkap, taunya cuma pengecekan." Altair mengelus-elus dadanya, jantungnya masih berdetak kencang. "Emang nih si Prawira, kudu gue kirim santet online. Awas aja."

***

Ketidakhadiran seorang Altair Prawira Atmaja, lengkap dengan Kanjeng Ratu PANTER, Aldira Savana. Sukses menimbulkan tanda tanya. Sejak, konferensi perdamaian di gedung Gelatik, para inti PANTER tak tahu lagi kabar Altair. Bahkan, mereka sudah berinisiatif men-chatt, telepon, DM, namun tak ada balasan.

"Ini si Altair kemana, sih? Bikin khawatir aja elah," gerutu Abim.

"Kayaknya, dia lagi ada problem deh. Altair kan, kalau lagi ada problem kebiasaan ngilang." Reza yang tengah memainkan kubik di tangan, pun menyahut.

"Jajan kantin yuk?" ajak Abim, pada kedua temannya. Gama yang duduk di ujung, hanya menggeleng lemah.

"Letoy banget sih lo Gam, kayak nutrijel," komentar Reza.

"Berisik, gue lagi kepikiran soulmate gue." Gama menimpali lesu, cowok itu menyimpan kepalanya di atas meja.

"Kira-kira, Gio bisa jawab gak ya, pas ditanya malaikat Munkar dan Nakir?" terka Gama, tatapan matanya kosong ke langit-langit atap kelas. "Gio kan lemot, jawab pertanyaan satu tambah satu aja, dua jam." Ia menambahkan. Reza dan Abim sudah saling pandang. Gama benar-benar sudah stres!

"Bismillahirrahmanirrahim," Reza memulai doa, mendekat pada Gama dan memegangi kepalanya.

"Mau ngapain lo?" tanya Abim bingung.

"Mau ngusir makhluk gaib di tubuh Gama," jawab Reza. Ia sudah mulai menutup mata.

"Apaan sih, di tubuh gue gak ada makhluk gaib!" protes Gama tanpa mau enyah dari posisinya. Ia juga membiarkan tangan Reza terus hinggap di kepalanya.

Mulut Reza mulai komat-kamit, membacakan mantra ala kadarnya. "Semewew, semewew, bimsalabim jadi apa prok prok prok! AkahsjagansbskahsidksbsnsnOSAS!"

"Alhamdulillah." Abim berucap syukur sehabis Reza mengucapkan mantra. Pasalnya, mantra Reza mancur, lihat sekarang, Gama bangun!

ALTAIR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang