Kenyataan pahit harus Aldira telan mentah-mentah. Kenyataan pahit itu menikam Aldira tanpa jera, bahkan untuk menangis saja, rasanya Aldira sudah mati rasa. Ingin menangis kencang, namun isakkan tidak keluar serta merta dengan air mata yang juga urung untuk turun. Seolah memang ini titik terendah untuknya. Selama ini, Aldira pikir, ia dijadikan satu-satunya oleh Bumi. Namun ternyata, Aldira bukan satu-satunya. Melainkan, salah satunya.
Aldira dijadikan selingkuhan, itulah kenyataannya.
Kini Aldira diambang kegelisahan, perihal hubungannya dengan Bumi. Tidak mungkin, 'kan, jika hubungan ini terus berlanjut?
Aldira tidak ingin jadi orang ketiga dalam hubungan Bumi dan juga si model cantik, Capella.
"Hiks..."
Satu isakan tangis yang tergugu itu keluar tanpa Aldira sadari. Oh ralat, Aldira menyadari itu, salah satu pemicu isakan tangisnya keluar adalah, saat bayang-bayang Capella menamparnya malam itu terulang di kepalanya. Aldira masih bisa merasakan bagaimana perih, dan terkejutnya. Sudah ditampar Capella, Aldira juga ditampar kenyataan.
Miris memang, terkadang memang benar bahwa hidup hanyalah perihal menyambut kedatangan dan merelakan kepergian. Awalnya, Aldira menyambut baik kedatangan Bumi untuk mengisi hatinya yang kosong. Tapi sekarang? Belum 100% namun Aldira sudah memantapkan hati untuk menempuh jalan perpisahan. Aldira akan merelakan kepergian Bumi. Merelakan dia, dengan cinta pertamanya.
Semakin ingat kenyataan, semakin erat Aldira memeluk tubuhnya yang ringkik sendirian. Di kamarnya, tentunya. Untungnya, ibu dan kakaknya tengah bekerja, jadi? Aldira bisa sepuasnya. Melepaskan semua rasa sesak di dadanya. Karena sebaik-baiknya pelampiasan, yaitu menangis. Tidak ada yang bisa Aldira lakukan selain itu.
Tring!
Kak Altair:
Dir, gue mau k rmh loAldira menyeka air mata yang masih hinggap di pipinya. Pelan namun pasti, cewek itu meraih ponsel di samping tubuhnya. Membaca pesan masuk yang ternyata dari Altair. Namun entah kenapa Aldira merasa tidak minat untuk membalasnya. Selepas menangis sepuasnya, tenaga Aldira rasanya hilang begitu saja.
Kak Altair:
Mau dibawain apaan?Seutas senyum tiba-tiba saja terbit tanpa cewek itu sadari. Padahal, Aldira belum membalas pertanyaan pertama, tapi cowok itu sudah berganti pertanyaan baru. Kenapa bisa, Altair selalu menjadi alasan senyum Aldira? Kenapa disaat seperti ini, bukannya Bumi yang membenarkan situasi, tapi malah Altair seolah banting stir mencari solusi. Iya, solusi untuk membuat Aldira kembali tersenyum walaupun kenyataan selalu menikamnya untuk menangis.
Kak Altair:
G ush d bls. Gw otw."Ditunggu, kakak singa!" Aldira bergumam serak. Cewek itu menenggelamkan wajahnya di lipatan lutut.
Baru saja beberapa detik kegiatan menenggelamkan kepala di lipatan lutut, suara ketukan pintu membangunkan Aldira dari posisinya.
"Siapa? Kak Altair?" gumamnya masih belum beranjak.
Tok! Tok! Tok!
Suara benda kokoh yang bersentuhan dengan punggung tangan itu, memaksakan Aldira untuk bangun dari posisinya dan keluar kamar. Aldira tidak mungkin, 'kan, terus menerus diam di dalam kamar dengan rasa penasaran yang terus menghantuinya.
Mungkin, ini kak Altair. Mungkin dia dari tadi udah sampe, chatt aku pasti buat basa-basi doang Aldira membatin di setiap langkah yang ia tempuh.
Tok! Tok! Tok!
"Sebentar!" Mau tidak mau, Aldira mempercepat tempo langkahnya.
Saat ujung jari kakinya berciuman dengan benda kokoh itu, barulah Aldira membuka pintunya lebar. Naas, baru saja sedetik pintu terbuka apa yang tidak diinginkannya malah harus terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Ficção Adolescente[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...