Namanya juga rumah tangga. Pasti ada saja keretakannya, berawal dari kurangnya kepercayaan hingga ego yang tinggi yang jadi pemicu awal sebuah pertengkaran. Altair benar-benar tak menyangka, bahwa mulutnya bisa berkata hal yang menyakitkan pada Aldira. Mungkin, ini semua karena efek jenuhnya berjam-jam belajar. Ia suntuk, dan saat ingin melepas lelah pada Aldira, Altair malah menciduk sang istri tengah telponan dengan cowok lain.
Wajar bukan Altair, marah? Tapi, jatuhnya tidak wajar karena Altair terlalu saja terbawa emosi. Ia tak pernah mau menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin.
"Argh, bego!" Altair mengumpat. Ia ketar-ketir di pinggir jendela. Malam ini, ia harus tidur sendiri karena tadi, ia jelas-jelas melarang Aldira untuk tidur di kamarnya.
"Kenapa sih, gue tuh emosian? Kenapa sih, mulut gue barokah banget sampe ngeluarin kata-kata kayak tadi, hah?!" Ia menjambak rambutnya geram. Memang benar, rasa penyesalan itu datangnya di akhir. Kan kalau di depan, namanya pendaftaran.
Brak!
Saking kesalnya pada diri sendiri, Altair menendang meja belajarnya. Setumpuk buku yang ada di atas meja jadi jatuh. Akhir-akhir ini, Altair jadi anak ambis. Membaca buku, menghafal, dan memahami, tidak lupa berdoa, semua itu jadi kegiatan rutin Altair selama mendekati hari ujian kelulusan.
Altair harus lulus dengan nilai baik. Altair tak berharap banyak, tapi ia ingin mewujudkan keinginan Aldira, yaitu jadi lulusan terbaik di SMA JUPITER. Ia akan pecahkan rekor, bahwa anak bandel sepertinya, otaknya bisa diandalkan juga.
"Sekarang, mending gue samperin Aldira. Gue mau minta maaf," putusnya, setelah bermenit-menit berpikir.
Altair melangkahkan kakinya menuju ke kamar Affan, dimana Aldira berada sekarang. Pelan-pelan, dengan sedikit ragu Altair mencekal kenop. Mengintip dengan mata memicing, Altair melihat Aldira tengah membacakan dongeng untuk Affan.
"Gak tepat waktunya," decak Altair pelan. Ia menutup pintunya kembali dengan pelan.
Sambil bersandar di tembok, Altair berusaha berpikir. Tak mungkin, ia hanya meminta maaf pada Aldira dengan cuma-cuma. Altair ingin sesi permintaan maafnya, sedikit romantis.
Setelah lamanya berpikir, Altair menjentikkan jarinya, ia mendapatkan ide.
"Gue bikin nasi goreng aja buat Aldira. Pas pagi kan, dia pengen banget makan nasi goreng." Dapat ide cemerlang, cowok itu langsung turun ke dapur.
***
"Selamat bobo nyenyak anaknya emak," bisik Aldira. Mencium kening Affan, dan menyelimuti tubuh bocah laki-laki itu.
Pelan, Aldira turun dari atas kasur. Cewek itu mengambil ikat rambut dan mengikat rambutnya. Perkataan menusuk Altair sore tadi, membuatnya jadi kepikiran. Aldira memang sakit hati, tapi ... ia tak marah. Altair marah-marah dan bersikap kasar padanya, merupakan hal biasa. Aldira sudah tahu seluk beluk Altair. Jadi, ia tak berkecil hati akan itu.
"Akang udah makan malem belum, ya?" gumam Aldira. Hati dan otaknya bertanya-tanya.
Tak mau dihantui banyak pertanyaan, Aldira memutuskan untuk pergi ke kamar Altair. Cewek yang mengenakan piyama warna lilac itu membuka pintu pelan, dan mengintip. Sejauh matanya memandang, Aldira tak mendapati sosok Altair.
"Eh, akang kemana??" Ia membuka pintu lebar, memastikan. Dan benar, Altair memang tak ada di kamarnya. Mata Aldira langsung tertuju, ke arah meja belajar yang berantakan dan ... buku pelajaran yang berserakan.
Aldira menduga, bahwa Altair habis menendang meja. Buru-buru, Aldira masuk dan membereskan sedikit kekacauan itu.
"Ekhem!" Suara dehaman yang menyapa daun telinga Aldira, membuat cewek itu terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...