"Ini itu toko bunga, bukan punya nenek moyang kamu! Jangan seenaknya kamu kerja. Kamu udah hilang selama beberapa hari, terus dengan seenaknya datang mau kerja? Ada otak kamu, Dira?!" Mbak Dinar---selaku pemilik Dinar Florist---marah.
Aldira meremas rok abunya. Ia harus menerima semua amarah atasannya dengan lapang dada.
"Maafin Dira, Mbak...." Suara Aldira bergetar. Kepalanya menunduk tidak berani menatap perempuan di hadapannya.
Sambil bersedekap dada, mbak Dinar menggeleng. Wajahnya tertekuk, seolah memang tidak ada lagi toleransi untuk karyawan lalai dalam pekerjaan seperti Aldira.
"Maaf, Dira. Mbak nggak bisa kasih toleransi lagi sama kamu. Mulai detik ini, kamu udah nggak bisa kerja lagi disini. Kamu, mbak pecat," ucap Mbak Dinar telak.
Aldira menjatuhkan setetes bulir bening dari kelopak matanya. Rasanya sangat sesak, dimarahi dan juga dipecat di hadapan karyawan lain. Terlebih, ada Dania. Dia menertawakan Aldira dengan sinis.
"Pintu keluar di sebelah sana, silahkan pergi Aldira. Mbak nggak butuh karyawan leha-leha kayak kamu. Kayak nggak butuh uang aja," usir Mbak Dinar seraya mencibir dengan blak-blakan.
Aldira dengan isakannya, sebisa mungkin membalikkan badan. Dan saat sedetik berbalik badan, Aldira terkejut ... ada Altair di depan pintu sana.
Rupa-rupanya cowok itu tidak pulang. Ya, Aldira datang ke tempat pekerjaannya diantar oleh cowok itu. Dan ya, satu lagi, Aldira sudah menyuruh cowok itu untuk pulang. Tapi rupanya, Altair tidak menurut.
Tanpa mengatakan apapun, Aldira berlari keluar. Melewati Altair begitu saja, dan jelas Altair langsung mengejarnya.
"Aldira!" teriak Altair. Dengan langkah lebar yang cowok itu tempuh, ia berhasil menghadang Aldira dari depan.
Aldira kontan menghentikan langkahnya. Cewek itu masih menunduk, jemari-jemarinya kini bergerak menghapus air mata yang membasahi pipi. Altair menghela napas, membiarkan kebisuan membekukan keduanya. Altair dengan jelas, mendengar semua perkataan Dinar di dalam toko bunganya.
Dan Altair, berjanji akan menyeret toko bunga ini jauh dari Jakarta. Altair tidak suka, ia tidak terima Aldira dimarahi dan dipermalukan di depan banyak karyawan seperti tadi. Terlebih, Altair melihat Aldira menangis.
Setetes air mata lo jatuh, maka seribu kehancuran buat orang yang bikin lo nangis batin Altair.
"Nggak usah nangis, pekerjaan diluaran sana banyak." Altair menepuk pundak Aldira.
"Sekarang aku udah kehilangan pekerjaan, Kang ... hiks...." Aldira menangis lagi. Kini kedua pundaknya bergetar hebat, seolah memang, Aldira tengah dilanda kesedihan mendalam.
"Ck, jangan nangis disini. Malu, banyak orang Aldira Savana!!"
Aldira sontak mengangkat wajah. "Akang mah, orang lagi nangis malah dimarahi! Gimana sih!!!" Cewek itu memukul-mukul dada Altair. "Nyebelin," sebutnya langsung.
"Akang! Akang! Stop panggil gue akang!" suruh Altair dengan tegas.
Aldira cemberut, ia bersedekap dada sambil melengos ke arah lain. "Nyebelin, males sama Akang," gumamnya sambil menggerling tidak suka.
"Maaf, ayo kita balik," Altair mengulurkan tangannya. Namun, sayangnya tidak disambut baik oleh Aldira. "Ck, gandeng woy!!" paksa cowok itu ngegas.
"Ck, maksa!!" Aldira berdecak sebal, mau tidak mau, ia menyambut uluran tangan Altair.
"Gitu kek nurut." Altair menoyor pelan kepala Aldira dengan satu tangan yang lain. Lalu tidak lama, membawa cewek itu ke motornya.
Sebelum Altair naik ke motor, dia lebih dulu memainkan ponselnya. Sepertinya, tengah mengirim sebuah pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...