19. SUKA?

25.5K 3.8K 319
                                    

"Jam 4 sore, kita bakal masuk ke medan tempur." Suara tegas berwibawa itu berasal dari seorang Altair.

Sembari berjalan mondar-mandir di atas mimbar, Altair mengatur strategi tempur bersama para pasukannya. PANTER, sudah siap sedia untuk membaku hantam, jaket berbahan parasut berwarna hitam dengan tulisan PANTER yang di bordir kuat, ditambah slayer yang terikat di lengan kanan atasnya menandakan mereka memang sudah matang dengan persiapan tempur sore ini.

Sejarah baru, PANTER dan PARIUS akan bertempur sore hari. Biasanya, mereka akan melakukan itu saat siang hari bolong. Dengan formasi phalanx yang pernah Altair bicarakan, cowok tatoan itu membagi tugas. Turun dari atas mimbar dan mulai berdiskusi serius dengan para anggota PANTER.

"Reza, lo bakal jadi pemimpin di barisan pertama. Gama, lo yang kedua dibantu sama Gio." Semua anggotanya itu mengangguk. "Yang lain, ikutin dari belakang. Pasukan sisa bakal nyerang di akhir, formasi ini harus berhasil," kata Altair begitu dibakar api semangat.

"Kita nggak pakai senjata?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Bumi.

"Yang pakai senjata cuma barisan depan, sesuai kesepakatan kita cuma boleh pakai balok kayu. Kalian ngerti?" Semuanya mengangguk paham. Altair menghela napas, maniknya menatap jam dinding. "Kita punya waktu 30 menit, siap-siap sekarang! Kita pergi!"

Mendengar intruksi dari ketuanya, semua anggota PANTER membubarkan barisannya. Perlahan keluar markas dan mulai satu persatu menaiki motor ninjanya. Suara deruman motor yang bising terdengar bersahut-sahutan. Warna motor yang selaras, seketika membuat jalan raya itu berwarna. Bendera kebanggaan PANTER dikibarkan oleh salah satu anggota.

"WE ARE PANTER!!!"

"BERTINGKAH DI MARKAS KAMI, MASUK SEHAT, KELUAR CACAT!!"

Riuh gemuruh sorakan itu menambah ramainya jalanan ibukota di sore hari ini. Jalanan aspal hitam legam itu seperti arena balapan, tidak ada yang melajukan motornya pelan, semua menancap gas. Ngebut, bos!

***

"Aku minta maaf, Dir. Gara-gara perasaan aku ke kamu ... pertemanan kamu sama Airis hancur."

Agra memulai prolog dalam pembicaraan sore ini, ia dan Aldira kini duduk di pinggir trotoar jalan yang lumayan sepi. Sedari tadi Aldira hanya diam, seragamnya masih basah, namun untungnya Agra memberikan jas OSIS miliknya, untuk Aldira kenakan.

"Dir...," Agra menggeser duduknya, menumpu telapak tangannya di punggung tangan Aldira. "Kamu maafin aku, 'kan?"

Aldira menepis tangan Agra. Cewek itu memalingkan wajahnya, ia muak dengan semua ini. "Kamu bisa lakuin sesuatu buat aku nggak, Gra?" Sebisa mungkin, Aldira kembali menoleh. Sudut bibirnya bergetar, menahan isakan tangis yang sepertinya akan membuncah dari mulutnya. "Kamu cinta aku, 'kan, Gra?"

Agra mengangguk kuat. "Aku cinta kamu Dir, melebihi aku mencintai diri aku sendiri," kata cowok itu.

"Kalau kamu cinta aku, tolong ... jadiin Airis pacar kamu, bisa?"

Agra menohok, yang Aldira katakan itu begitu membuatnya terkejut bukan main.

"Gra, tolong ... Airis suka dan cinta sama kamu, Gra. Aku udah berulang kali bilang sama kamu, kalau aku nggak pernah suka apalagi cinta sama kamu."

Sakit, hari Agra teriris mendengar itu.

"Kita itu ditakdirkan buat sahabatan doang, Gra. Nggak lebih," tambah Aldira semakin membuat hati Agra teriris. Perkataannya begitu menusuk.

Agra tercenung sebentar, lalu menatap lurus ke jalanan. Tidak bisa bohong bahwa ada bulir bening membendung di ujung kelopak matanya.

"Pada hakikatnya, cewek sama cowok itu nggak bisa sahabatan, Dir. Pasti ada salah satu diantaranya yang menyimpan perasaan lebih," Agra menoleh lagi, menatap Aldira. "Kayak kita, aku suka kamu, tapi kayaknya ... cinta aku sepihak ya?" Agra tertawa pedih. "Nggak perlu dijawab, aku udah tau, kok. Selama ini aku cuma berjuang aja, kali aja ada keajaiban yang bisa bikin kamu, suka sama aku."

ALTAIR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang