❝Rasa tetap sama, namun keadaan yang berbeda.❞ —Altair Prawira Atmaja.
Asing. Mungkin, itulah 1 kata yang pantas menggambarkan bagaimana hubungan Altair dan Aldira sekarang. Kini bukan lagi jarak yang membentang, namun ini perihal perasaan yang lambat laun hilang menjadi sekat yang jadi bentangan jarak keduanya. Seolah, kini kehidupan kembali pada semula. Altair dan Aldira tidak mau saling mengenal, jangankan untuk saling berbicara. Menatap saat berpapasan saja keduanya enggan. Bukan Aldira, namun Altair yang enggan.
Kini telinga serta mata Altair sudah tertutup, ia tidak akan membiarkan Aldira masuk atau perempuan manapun masuk dan memporak-porandakan hatinya. Sudah cukup, sudah cukup rasa sakit dan kecewa yang Aldira torehkan. Kini giliran Altair menyusun hidupnya kembali. Tanpa embel-embel cinta dan perasaan. Kini Altair memegang paham sekte, cinta itu racun.
Ya, racun. Sebuah racun, tetaplah racun, zat berbahaya itu tidak bisa berubah jadi wujud obat sebagai zat penyembuh. Mungkin, kini hari-hari Altair monoton. Tidak ada sebutan yang akan terucap dari mulutnya perihal, cewek bawa sial. Dan tidak ada lagi, sayur pohon, nasi putih hangat serta ayam goreng yang akan mengisi perut Altair.
Kini Altair benar-benar melepas Aldira. Ya, walaupun pada kenyataannya memilikinya saja belum. Kini rasa cinta itu kandas, bahkan sebelum benar-benar berlabuh. Dulu, Aldira datang, kini Altair yang menyuruhnya pergi.
Bukankah, datang dan pergi adalah bagian dari perjalanan hidup yang Tuhan atur untuk kita jalani? Dan bukankah, kita tidak pantas marah dan kecewa atas kedatangan serta kepergian seseorang?
"Yang mau pergi? Ya, pergi. Yang mau datang? Ya gue persilahkan. Hati gue terbuka buat siapapun, asal dia serius. Kalau cuma sekedar singgah doang mah, main aja sono ke warkop! Hati gue bukan tempat persinggahan, maaf-maaf aja."
Sedari tadi, markas PANTER dipenuhi oleh ocehan dari Reza yang usut punya usut tengah update status di sosmed miliknya. Cuplikan di atas, adalah kata-kata yang sudah ia susun di salah satu sosmednya. Mungkin bisa dikatakan, Reza ini rajanya sosmed. Apa-apa dia pajang, tidak peduli dengan komentar-komentar nyinyir netizen.
"Udah lo kirim? Banyak gak yang like?" Gio bertanya sebari mengintip ponsel Reza.
"Sabodo teuing mau banyak atau dikit yang like, yang penting gue update dan menyalurkan perasaan gue lewat ketikan-ketikan manjah ini."
"Idih, gayanya gelay banget," cibir Gama.
"Kebanyakan update status jatuhnya alay nggak sih, Za?" Bumi menceletuk, berniat bertanya untuk basa-basi saja.
"Eh Bum, gue kasih tau ya!" Reza menepuk pundak Bumi. "Sosmed itu hak gue, mau gue posting banyak status apapun itu selagi masih dibatas wajar dan nggak nyakitin orang lain, gue gak peduli sama nyinyiran orang. Mau bilang gue alay kek, caper kek, sok puitis kek, bodo amat! Kouta gue yang beli, kalau nggak suka mah blok aja no gue sama semua sosmed gue, gampang 'kan?" Reza menyerempet tanpa jeda membuat antek-antek PANTER yang mendengar itu cengo.
Hingga akhirnya, satu tepukan tangan kagum terbit dari Gio. "MANTUL! MANTUL! TUMBEN BENER LO ZA!!!"
Reza menyugar rambutnya sombong. "Reza gituloh!"
"Lagi nyungsep ya otaknya? Nyungsep sebelah mana, Za? Kanan atau kiri?" celetuk Abim.
"TENGKUREP OTAK GUE! PUAS LO?!!!" timpal Reza menyembur.
"Dari perkataan Reza tadi, ditarik kesimpulan menurut gue yang bernama lengkap Raden Abimana Prahadi Putra Prasetya Adiningrat, sebut aja Abim. Bahwasanya, kalau hidup jangan pernah dengerin apa kata orang. Tetaplah tumbuh walaupun di tengah lahan yang tandus." Abim berucap panjang membuat teman-temannya meneguk ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR [SELESAI]
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ❝𝕭𝖊𝖗𝖙𝖎𝖓𝖌𝖐𝖆𝖍 𝖉𝖎 𝖒𝖆𝖗𝖐𝖆𝖘 𝖐𝖆𝖒𝖎, 𝖒𝖆𝖘𝖚𝖐 𝖘𝖊𝖍𝖆𝖙 𝖐𝖊𝖑𝖚𝖆𝖗 𝖈𝖆𝖈𝖆𝖙.❞ -PANTER Altair Prawira Atmaja. Punya julukan sebagai Singa jalanan. Sama seperti julukannya, ia liar dan begitu ber...