"Berat ya?"
Jaemin menoleh, menatap Je Hoon yang baru duduk di sampingnya"Bisa dibilang gitu.. tapi kak Jeno juga yang jadi penolong"
"Kalau dulu gak ada apa-apa, kita pasti bisa kumpul terus ya? Ayah, kamu, Jeno.."
"Dan ibu"lanjut Jaemin. Je Hoon mengangguk setuju. Tangannya masih mengusap kepala Jeno yang menidurkan kepalanya di pangkuannya.
"Maaf,""Maaf aku gak bisa sekolah tinggi, gak bisa se sukses yang ayah bilang dulu, gak bisa tamatin sekolah.."
Je Hoon menggeleng, menarik Jaemin mendekat padanya. "Tau anak ayah masih sehat seperti sekarang saja sudah membuat ayah bangga. Anak-anak ayah begitu kuat""Jeno.. mungkin dia punya kekurangan buat jadi seorang kakak. Tapi ayah yakin dia bisa menjadi kakak yang baik"
"Ayah benar"Jaemin terkejut saat Jeno tiba-tiba terduduk lalu menoleh. "Kenapa?"
Jeno bangkit lalu pindah ke sebelah Jaemin. Menidurkan kembali kepalanya namun kini ke paha Jaemin. "Dan kamu.. ayah yakin kamu melewati hari-hari buruk yang berat. Tapi bungsu nya ayah ini hebat sekali. Bisa jadi seorang pria yang sangat hebat"
Jaemin tersenyum. Masih berat jika memikirkan sekolahnya, harus berhenti begitu saja hanya satu kesalahpahaman. Dia harus gagal menginjakkan kaki ke universitas karena tidak memiliki ijazah. "Hey.. kenapa?"
"Aku.. pernah berjanji pada kakak.. aku akan masuk universitas seperti yang dia tonton di tv, kak Jeno tidak mungkin akan melihatnya nanti"
"Tapi dia pasti tau jika adiknya sudah berusaha. Jeno pasti tau adiknya sudah berjuang sampai sekarang"
Je Hoon mengusap bahu Jaemin. Anak bungsunya pun menyandarkan kepalanya pada bahu Je Hoon. Keluarga kecil yang harus merelakan satu bagian lagi karena keegoisan orangtua."Harusnya ayah yang minta maaf.. gak bisa jaga keluarga kita"
Je Hoon harus membuat anak-anaknya menanggung masalah juga karena keegoisan dirinya dan Yura. Mereka yang sudah terlalu marah bahkan melupakan nasib anak-anaknya, yang harus tumbuh tanpa keluarga lengkap.
Anak-anaknya yang dipaksa menjadi kuat karena harus bisa berdiri sendiri sejak usia muda. "Ayo masuk, kasihan Jeno sudah tidur seperti itu"•••
"Ayo bangun.. sudah siang.."
"Eung.."Jeno menggeleng, bibirnya bahkan mengerucut sembari memeluk Jaemin. "Kak.. sudah siang. Masa mau tidur terus"
"Iya"
Jaemin menghela nafasnya. Sebenarnya dia juga membiarkan Jeno tidur sampai siang, tapi masalahnya tubuhnya tetap dipeluk. Dia harus pergi hari ini sedangkan Jeno enggan melepaskan pelukannya.
"Kak..""Sayang Jae.."ucapnya tiba-tiba. Jaemin langsung diam mendengarnya. "Jae sayang?"
"Iya.. aku juga sayang sama kakak. Sekarang ayo bangun, aku mau ke kafe"
"YEY! LELE!!"
•••
"Masih belum kapok bawa kak Jeno ketemu sama Chenle?"
"Dia yang memaksa. Bahkan saat tengah mandi kak Jeno terus berteriak agar aku tidak meninggalkannya"
"Waspada saja. Chenle bisa saja membawa kakakmu itu"Renjun menepuk bahu Jaemin beberapa kali. Jaemin masih menatap Jeno yang terlihat asik menonton video bersama Chenle. "Kau bahkan melupakan tugasmu memanggang roti"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Brother
Fanfiction"apapun alasannya, dia tetaplah kakakku dan jika kau berani menyentuhnya, bersiaplah untuk tidak bisa menggunakan anggota tubuhmu lagi" Lee Jaemin, salah satu remaja yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk sekolah dan harus bekerja untuk menghidupi...