[ 4. 7 ] Tawaran ayah

1.6K 148 5
                                    

"Jae..aku ingin terbang!"
Renjun yang mendengar ucapan Jeno pun tertawa, menatap Jeno yang kini bungkam. "Macam-macam saja, tidak ada manusia yang bisa terbang, mimpi mu terlalu tinggi"

"Tidak ada salahnya bermimpi"semuanya memandang Jaemin, remaja itu menatap minumannya tanpa berniat menghabiskannya. "Setiap orang punya mimpi, walau bagi orang lain mimpinya itu konyol... namun siapapun berhak memiliki mimpi mereka.
Selama masih bisa tidak perlu mendengarkan orang lain"

"A-aku hanya bercanda, Jaemin.."
Jaemin menoleh, memandang Jeno yang tersenyum menonton video dari ponsel miliknya. "Kak.."

"Hm?"

"Mau liburan naik pesawat tidak?"

•••

"Kau baik-baik saja?"
Jaemin tersenyum, "ya.."

"Tidak sebaik dulu"Chaeyoon masih memandang Jaemin tidak mengerti. Laki-laki disebelahnya itu murung sejak tadi, berbeda dengan Jeno yang malah begitu ceria. "Maaf.."

"Untuk apa?"

"Kau harus bertemu laki-laki seperti ku"Chaeyoon semakin tidak paham, ia menangkup pipi Jaemin dan membuatnya menatapnya, "aku tidak paham jika kamu hanya bicara sedikit-sedikit"

"Seharusnya aku tidak menyukaimu. Remaja laki-laki yang dikeluarkan dari sekolah dan tidak memiliki masa depan seharusnya tidak pernah bertemu denganmu"Chaeyoon mendorong pelan wajah Jaemin, ia mengalihkan pandangannya kesal. "Maksudmu apa berkata seperti itu?"

"Aku tahu ayahmu berharap banyak padamu. Memiliki masa depan yang bagus, sedangkan orang disebelah mu ini tamat SMA saja tidak"

"Lalu apa masalahnya? Kamu malu dengan ayahku?"

"Memangnya seorang laki-laki yang sulit mencari pekerjaan karena tidak tamat sekolah patut dihiraukan saja? Apalagi jika orang itu sampai nekat menyukai seseorang yang bahkan lebih baik darinya"
Jaemin menatap Jeno yang asik mengejar kucing milik Chaeyoon. Sebenarnya sudah lama Chaeyoon memiliki kucing namun tidak pernah memberitahukannya pada Jeno.

"Aku seharusnya malu, masih menyukai gadis seperti mu"

"Kenapa? Salah jika seseorang mencintai orang lain namun dia tidak tamat sekolah?"

"Masa depan ku sudah tidak jelas, Song Chaeyoon. Kak Jeno juga berharap banyak padaku. Apa yang aku bisa jika hanya bermodalkan fisik saja? Pengetahuan juga tidak seperti orang lain"
Chaeyoon melihatnya, mata Jaemin berlinang air mata sekarang. Tatapan tajam milik Jaemin tidak ada sekarang. "Aku pulang dulu..kak Jeno belum makan"

"Aku membenci orang yang putus asa Lee Jaemin. Aku membencinya, dan aku tidak suka jika kau putus asa seperti ini"
Chaeyoon menarik lengan Jaemin dan memeluknya, bahu sahabatnya itu tidak setegar dulu lagi. Yang biasanya paling kuat melindunginya dari anak laki-laki yang mengganggu nya, yang melindunginya dari dorongan orang lain saat berada di bis, yang membuatnya tenang saat bersandar disana.
"Aku tidak suka dirimu yang seperti ini, Jaemin.."

"Ini salahku, kamu tidak perlu memikirkannya. Banggakan saja aku dan orangtuamu"Chaeyoon menggeleng, bukan itu yang ingin dia dengarkan dari Jaemin. Ia ingin mendengar jika Jaemin tidak akan menyerah, ia akan terus melangkah kedepan walaupun terjatuh berapa kali pun.
"Bukan itu yang ingin aku dengar"

Chaeyoon memperat pelukannya, menyandarkan kepalanya di bahu Jaemin. Bahu yang selalu ia cari saat dunia menyakitinya. "Aku harus pulang, sebentar lagi hujan"

"Tidak.."
Jaemin menatap Chaeyoon yang masih memeluknya. Dikecupnya kepala wanita itu lembut lalu melepaskan pelukannya, "aku pulang ya"

Jaemin memanggil Jeno yang masih asik bermain, kakaknya itu lalu berlari menghampiri Jaemin yang masih berhadapan dengan Chaeyoon. "Jika ada apa-apa hubungi saja aku"

"Kamu yang sedang butuh seseorang disisimu, tuan Lee"Jaemin terkekeh lalu mengikuti Jeno yang sudah masuk ke dalam mobil. "Aish..kenapa aku jadi cengeng karena anak menyebalkan itu" 

•••

"Jae, bukain ini"Jeno menyodorkan sebungkus keripik kentang pada Jaemin. Dengan senang hati adiknya membantu, walau pikirannya sedang kalut sekarang. "Jae kenapa?"

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja"Jeno mengernyitkan dahinya, adiknya berbohong.
Pria itu kini melupakan makanannya dan duduk di samping Jaemin, merentangkan tangannya agar Jaemin memeluknya. Jaemin juga langsung memeluk Jeno, memejamkan matanya sejenak sembari merasakan hangatnya pelukan sang kakak.
"Kakak menyayangimu, Jaemin.."

Jaemin terhenyak mendengar ucapan Jeno tadi, tak sadar air mata sudah mengalir membasahi pipinya. "Kak.."
Jeno menempelkan kepalanya pada kepala Jaemin, memeluk adiknya erat yang kini sudah menangis hebat.
Je Hoon yang baru masuk ke rumah terdiam begitu mendengar Jaemin menangis, menatap kedua anaknya yang tengah berpelukan. Je Hoon meletakkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh Jeno diam dan tetap memeluk Jaemin. Anak bungsunya hanya tengah rapuh akhir-akhir ini.

•••

Jaemin bangun dari tidurnya dengan matanya yang sembab, diliriknya Jeno yang masih tertidur sembari memeluknya. Mereka belum kemana-mana sejak Jaemin menangis tadi, Je Hoon hanya menyelimuti keduanya tanpa berniat menyuruh mereka untuk pindah ke kamar. "Sudah bangun ternyata.."

"Ayah?"

"Bukan, ini pamanmu..kau kira siapa yang ada dirumah ini selain kalian"

"Pembantu"

"Anak menyebalkan"Je Hoon menarik telinga Jaemin lalu menyodorkan gelas berisi teh hangat pada Jaemin. "ternyata anak bungsu ayah cengeng juga ya"

"Tidak..aku tida cengeng, kak Jeno yang cengeng"

"Jangan menyalahkan orang lain. Kamu kira ayah tidak tau sifat anak ayah sendiri"
Je Hoon mengusap rambut Jaemin lembut lalu berucap, "kamu mau sekolah lagi?"

•••

Je Hoon menawarkan itu padanya. Pria itu juga tidak keberatan menanggung biaya nya toh Jaemin masih anaknya. Keputusan hanya tergantung pada Jaemin, jika mau Je Hoon bisa memasukkannya kembali ke sekolah.
Jeno juga sempat ditawari untuk belajar dirumah, guru privat namun Jaemin menolaknya, mengatakan jika Jeno tidak akan nyaman dengan lingkungannya tanpa ada dirinya. Lagipula ia masih bisa mengajar.
"Jae.."

"Hmm?"

"Jae tidak sekolah?"

"Tidak.. sekolahnya libur"

"Kalau libur kenapa lama sekali?"

"Karena Jae belum mau masuk sekolah"jawab Jaemin singkat dan kembali memejamkan matanya. Dapat ia rasakan jika Jeno memeluknya, sesekali memainkan rambut Jaemin yang sudah kembali tertidur.
"Tidak bisa tidur.."

Jeno beranjak dari kasur lalu keluar dari kamar, ia memilih untuk menonton televisi walaupun tidak yakin ada acara yang ia suka tengah malam seperti ini. Matanya sesekali menyipit jika cahaya dari televisi terlalu menyilaukan matanya. Lampunya sengaja ia tidak nyalakan dan memilih menonton dalam kegelapan.
"Bagus ya, nonton gelap-gelap kayak gini.."

"Hehe..Jae sini, nonton bareng"

Tbc.
Ini cerita hey brother kenapa error mulu dah part nya, berantakan terus:')

Hey BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang