Ku kira tegak ku dapat menyanggah mu.
Untuk tetap berdiri,
Untuk tetap berarti.
Nyatanya hadirku hanya menjadi gamang-mu.
Membiaskan sedih,
Meninggalkan perih.
Jadi, saat asa itu patah.
Biarkan ia meluruh,
Menjadi hancur, menjadi lebur.
-PS
* *
Gasa
Deru angin terdengar berirama. Perlahan-lahan menyentuh kulit gue yang sedari tadi duduk terdiam di teras rumah.
Gue meringis ketika melihat jam pada tangan, sudah hampir dua jam dan gue masih berada pada posisi yang sama.
Terdiam sambil menatap lurus kedepan.
Gue mengedarkan pandangan, melihat kebun kecil bunda yang di penuhi dengan berbagai macam dauh dan bunga.
Tidak lupa ada ayunan kayu yang berada di dekat kolam ikan, biasanya bila weekend seperti ini tempat itu tidak akan kosong. Pasti sosok Lea dan Retta sedang duduk disana sambil memakan popcorn caramel yang serinh bunda buat.
Gue kembali menghembuskan nafas kasar melihat kenyataan sudah lama ayunan itu kosong.
"Ngelamun doang gak akan nyelesain masalah lo".
Gue terkesikap mendengar suara seseorang, tidak lama gue melihat Arsen yang menutup pagar dan berjalan mendekari gue.
"Lo tumben sabtu begini balik, si Sarka-Sarka itu kaga ada manggung?".
Arsen tidak menjawab pertanyaan gue namun dia duduk di sebelah gue kemudian membuka topi hitam yang selalu ia pakai.
"Gak ngerokok?".
"Di buang sama bunda".
Gue bisa melihat Arsen yang menghembuskan nafas pelan. Dan gak sengaja gue liat, di pelipis matanya ada sebuah luka gores.
Gue menggelengkan kepala pelan semenjak tinggal di Jakarta, sikap Arsen berubah. Adik gue itu lebih terlihat seperti manusia sekarang.
"Gue balik karena nemenin Talla".
Gue terdiam, walaupun tidak tau dengan jelas sosok yang dimaksud Arsen, kurang lebih gue tau Talla adalah orang yang dekat dengan adik gue. Teman perempuan pertama yang bisa bertahan dengan sikap dinginnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penuntun Kata | Exovelvet
FanfictionMereka bertanya pada ketidakpastian mengenai asa, imipian juga cinta. Bila benar, apakah akhir bahagia akan tertulis untuk mereka?