Batasan

1.9K 168 10
                                    

Retta

Batasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Batasan.

Satu kata itu menjadi sebuah tolak ukur seberapa jauh tingkah laku yang diperbuat. Satu kata itu menjadi sebuah pemisah, pembagi antara dua hal yang bernilai baik dan buruk. Dan satu kata itu seperti racun, sampai gue muak untuk mendengarkannya.

"Ta, kelakuan lo udah di luar batas".

Persetan!

Gue selalu membenci mulut-mulut yang dengan seenak jidat men-judge tingkah laku gue sudah diluar batas. C'mon! itu mulut-mulut yang ngomong gak pada ngaca dulu ya, setidaknya gue yang belangsakan gini gak sampe hamil sambil nangis di depan laki-laki (yang katanya ayah dari sang bayi ) minta dinikahin. Gue juga yang semrawut kaya gini gak harus mendekam di jeruji besi karena ketahuan mengkonsumsi barang haram. So, dibanding kalian mulut-mulut penuh kesucian, siapa yang sudah berbuat diluar batas?.

"Ta, kali ini perbuatan kamu sudah keterlaluan dan diluar batas".

Gue mengepalkan tangan untuk kalimat memuakkan yang barusan ditujukan kepada gue. Mendengar kalimat itu, gue sama sekali gak bisa berkutik untuk membela diri karena kali ini gue memang sudah diluar batas dan kali ini gue benar-benar mengecewakannya.

"Udah Med, gak sepenuhnya salah Retta kok ini".

Gue menundukkan kepala gue saat helaan nafas panjang terdengar di telinga. Meda, Ameda Rannu Nugraha, satu nama itu selalu membuat gue gak bisa apa-apa. Lemah dan tidak berdaya.

"Semua permasalahan sudah selesai, kedua belah pihak juga sudah berdamai".

Seakan mengerti dengan perasaan gue, polisi di depan gue menjelaskan bahwa permasalahan yang ada sudah selesai dan tuntas. Tapi tetap saja, saat gue mendongkakkan kepala, raut wajah Meda membuat gue merasa bersalah, tidak bisa apa-apa.

"Sorry No, kerusakan mobil lo biar gue yang tanggung jawab".

Penolakkan juga suara tawa canggung milik Kenno memenuhi ruangan, tawa canggung itu menggema diantara keheningan yang terasa begitu menyesakkan.

"Aku minta maaf".

Samar.

Satu kalimat permintaan maaf itu terlalu samar untuk ditujukan kepada siapa. Apakah untuk Kenno yang mobilnya gue tabrak begitu aja atau untuk Meda karena kali ini perbuatan gue benar-benar mengecewakannya? Tapi saat gue yakin kepada siapa permintaan maaf gue tujukan, suara berat seseorang mengalihkan fokus gue dan membuat gue berdiri karena tangan kanannya menuntun gue untuk bangkit.

"Biar Retta gue yang anter balik".

Gasa, lelaki di hadapan gue ini adalah penyelamat. Lelaki di hadapan gue ini adalah penenang. Gasa adalah pertahanan gue karena lelaki itu terlalu mengenal gue hingga semua batasan yang selalu melekat pada gue tidak terlihat dimatanya. Karena Gasa selalu berkata semua batasan yang gue lampaui adalah cara gue untuk bertahan.

Penuntun Kata | ExovelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang