Perandaian

373 60 12
                                    

Gasa

'Bun, moment apa yang pengen bunda ulang?'.

Gue inget beberapa tahun lalu Arsen bertanya seperti itu sama bunda. Setelah kegagalan dia menangin medali emas di kompetisi judo tingkat SMP sekota Bandung dan disemangati Bunda, Arsen bertanya karena kata bunda tidak ada yang perlu disesalkan.

Bunda hanya tersenyum kecil sambil mengelus kepala Arsen dan berkata bahwa perandaian tidak seharusnya dibicarakan sebab kita sudah memilih dan bertanggung jawab atas pilihan itu.

Saat itu Arsen yang masih duduk di kelas 2 SMP dengan pemikiran dewasa langsung menerima jawaban bunda sedangkan gue yang usianya 2 tahun diatas dia, menolaknya.

Bahkan sampai saat ini gue masih sering berandai-andai.

Contohnya sekarang, setelah gue mengantarkan Rei kerumahnya dan melajukan mobil dengan volume radio yang kencang, gue berpikir tentang kosongnya jok mobil gue selama hampir 3 bulan ini.

Gue berandai-andai, jika jok sebelah gue terisi dengan seseorang yang selalu bernyanyi kencang mengikuti alunan musik di radio.

Jika bangku belakang gue terisi dengan seseorang yang mengeluh kebisingan namun tak lama setelahnya justru tertawa.

Gue berandai-andai jika dimobil gue ini Lea dan Retta ada didalamnya.

Gue bingung untuk menjelaskannya darimana. Seinget gue setelah Retta meminta gue untuk kembali pada Rei, gue melakukannya. Gue menemui Rei, bertanya tentang harinya kemudian kembali berkabar melalu pesan singkat. Dari situ gue dan Rei kembali pada rutinitas yang dulu pernah gue lalui.

Namun sesuatu berubah.

Selama hampir 3 bulan ini Lea jarang sekali gue liat keberadaannya. Sekalinya gue melihat cewek itu, selalu ada Meda disampingnya.

Sedangkan Retta, cewek itu selalu menghindar saat gue bilang akan menyusulnya ke Jakarta. Retta selalu bilang bahwa ada liputan yang menjadi tugasnya ketika gue mau menemuinya. Selama hampir 3 bulan alasan yang diberikan Retta selalu sama bila gue bilang ingin bertemu dengannya.

Gue tersenyum kecil kemudian meringis setelahnya menyadari gue menghentikan mobil didepan rumahnya.

Ada beberapa menit yang terlewati sebelum gue memutuskan untuk membuka pagar rumahnya dan melangkah masuk kedalam.

Rasanya asing saat gue harus mengetuk pintu rumahnya dan entah mengapa itu membuat gue mengepalkan tangan.

"Kenapa Med, ada yang ketinggalan".

Saat pintu didepan gue terbuka suara itu menjadi sapaan yang diberikannya buat gue, itu membuat gue semakin mengepal tangan kuat.

"Gasa".

Suara Lea terdengar terkejut, gue memakluminya karena setelah pergi ke farm house waktu itu, gue tidak lagi bertemu dengannya.

"Lele".

Dia tersenyum mendengar gue memanggil namanya. Lea tersenyum sebentar kemudian menyuruh gue masuk kedalam rumahnya.

Hal seperti ini pernah terjadi, kekakuan ini pernah gue lewati dan berakhir dengan Lea yang memberikan roti bakar buat gue waktu itu. Namun gue merasa saat ini tidak ada ujung buat rasa canggung diantara kami. Dan gue gak tau apa penyebabnya.

"Kenapa, Sa?".

Tidak ada alasan yang harus ditanya bila gue nemuin Lea dirumahnya seperti ini tapi mengapa cewek itu bertanya seperti ini. Lea serasa membuat jarak untuk gue.

"Sekarang weekend, ke Retta yuk".

Lea menatap gue lekat kemudian tersenyum singkat.

"Gue sama Meda tadi mau nyamperin Retta, tapi katanya dia ada liputan yang gak bisa ditinggal hari ini sama besok".

Penuntun Kata | ExovelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang