Rei
Tidak semestinya.
Sesuatu yang tidak wajar.
Gue memang sudah melihat semua itu dari beberapa bulan lalu.
Ada yang salah dari tatap matanya, ada yang salah dari gerak tubuhnya.
Gasa saat ini terlihat seperti orang linglung. Bahkan ketika gue dan dia menghabiskan waktu bersama, banyak waktu yang cowok itu habiskan sendiri dengan lamunan.
Gue pernah bertanya alasan cowok itu bersikap seperti ini namun dengan senyum yang dipaksakan, Gasa selalu bilang bahwa semua tidak ada apa-apa. Semua baik-baik saja.
Tapi gue tau semua yang di lontarkannya itu bohong dan sebenarnya tanpa perlu bertanya, gue tau alasan dari sikap Gasa saat ini.
Lea dan Retta.
Jadi saat gue tidak bisa lagi menahan diri melihat kantung mata Gasa yang menghitam juga mukanya yang begitu berantakan, gue menghampiri Retta juga Lea di kampusnya.
Namun saat gue melihat salah satu diantara mereka, gue terkesikap bahkan sampai menahan nafas sebentar.
Setau gue seseorang bernama Meda adalah alasan seorang Retta membuka hatinya. Seseorang bernama Meda adalah alasan Retta yang gue kenal menutup diri mulai terbuka dengan orang lain selain Gasa juga Lea.
Namun yang gue liat saat ini bagaimana Meda berjalan berdampingan dengan Lea. Keduanya berbicara dan tak lama ada tawa yang keluar dari bibir Lea.
Gue terdiam. Gue mengamati dan mencoba mengerti. Walau tidak begitu dekat dengan Retta namun gue pernah berbicara dengannya. Walau dari perbicangan lebih banyak gue yang bertanya tapi ada satu ucapannya yang membuat gue tertegun.
Saat itu gue bertanya mengenai sosok Meda yang sering Gasa ceritakan, Retta tidak berbicara panjang lebar namun dari senyum tulus dan binar matanya gue tau ada hati yang Retta berikan untuk seseorang bernama Meda itu. Tapi kenapa yang gue lihat malah kedekatan Lea dan Meda.
"Rei".
Gue terkesikap saat sebuah suara memanggil, namun saat sosok Dino berdiri di hadapan, gue tersenyum membalasnya.
"Lo ngapain kesini, Gasa masih ada kelas kalo gak salah".
Gue terdiam sebentar, rasanya gue ingin bertanya mengenai hubungan Lea dan Meda. Namun gue mengerti, gue tidak punya ranah untuk bertanya.
"Lo kesini karena khawatir sama Gasa yang kaya mayat idup ya".
Walau mungkin Dino hanya menebak, gue bersyukur setidaknya tidak perlu ada alasan yang gue berikan.
"Udah hampir dua bulan, Gasano kaya gitu, No".
Dino yang mendengar ucapan gue hanya tersenyum kecil kemudian menyuruh gue untuk mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penuntun Kata | Exovelvet
Fiksi PenggemarMereka bertanya pada ketidakpastian mengenai asa, imipian juga cinta. Bila benar, apakah akhir bahagia akan tertulis untuk mereka?