Retta
Kenapa?
Bagaimana?
Dua kata itu punya arti yang dalam saat jawaban atas kata itu terurai dalam kalimat. Kedua kata itu seperti nyiur pelan yang berbisik mengenai harapan tentang dimengerti ataupun dipahami.
Tapi nyatanya untuk kedua kata itu membuat gue merenung, berpikir, kenapa Tuhan setega itu kepada gue? Bagaimana Tuhan begitu tidak adilnya memberikan jalan-Nya untuk gue.
Mereka bilang Tuhan ngelakuin semua ini karena ini jalan terbaik. Tapi mana? Kalau memang jalan terbaik kenapa gue merasa sesakit ini, sekecewa ini.
Mereka bilang akan ada waktunya untuk gue mendapat kebahagian. Tapi kapan? Setiap doa yang gue alunkan, setiap asa yang selalu gue yakini akan terwujud tetap aja tidak pernah menampakkan diri ke gue.
Kenyataan yang Tuhan kasih ke gue terlalu kejam, terlalu sesak hingga gue merasa bahwa harapan memang tidak ada.
Sampai sekarang, saat gue melangkahkan kaki gue, mengedarkan pandangan kesekitar gedung-gedung tinggi yang gue lalui semakin membuat gue berpikir, kenapa Tuhan menghadirkan kekecewaan saat orang lain dengan mudah mendapatkan kebahagiannya.
Gue kurang berusaha?
Gue kurang berdoa?
Benarkah?
Apakah alasan itu yang membuat langkah gue untuk bahagia begitu sulit.
Apa karena itu? Tapi kenapa, mereka yang mengingat-Nya hanya sekedarnya, sembayang semaunya dan berdoa seingatnya mendapatkan jalan yang lebih mudah tanpa rasa sakit yang begitu menjemukan.
"Ta, lo nangis?".
Gue terdiam dan mencoba mengepalkan tangan saat suara seseorang mengusik keheningan gue. Hening yang membuat gue berpikir, hening yang membuat gue mengasihi diri.
"Kaga, ngantuk doang".
Terlalu kentara saat gue menguap lebar dan bersuara kencang, karena nyatanya orang tersebut sudah membawa gue untuk menatapnya lekat.
Gasa selalu membuat gue menatapnya saat semua air mata keluar begitu saja.
Gasa bilang tidak baik kalau menangis sendiri.
Gasa bilang terlalu tidak adil bila meratapi nasib sendiri.
Gasa bilang terlalu egois untuk menyimpan rasa sakit sendiri.
Begitulah Gasa, dia akan menjadikan dirinya sendiri sebuah tameng tanpa perlu ada permintaan. Menjadikan dirinya sandaran tanpa menuntut jawaban.
"Sa, kenapa ya Tuhan tega banget sama gue".
Dia diam. Lelaki itu hanya mengamati gue tanpa membuka mulutnya. Gasa begitu karena ia tahu, gue bukan meminta sebuah jawaban. Gue hanya perlu seseorang untuk dipersalahkan. Dan gue selalu memilih sesuatu yang salah untuk dijadikan tersangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penuntun Kata | Exovelvet
FanfictionMereka bertanya pada ketidakpastian mengenai asa, imipian juga cinta. Bila benar, apakah akhir bahagia akan tertulis untuk mereka?