Semua dan segalanya

224 24 4
                                    

Kenno

Perpisahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perpisahan.

Tanpa harus bertanya atau menyamakan pendapat. Gue yakin, semua orang akan mendeskripsikan satu kata itu dengan hal yang tidak menyenangkan. Dengan hal yang akhirnya menimbulkan luka.

Selama gue hidup, gue sering banget bertemu dengan satu kata itu. 'Perpisahan' adalah kata yang mustahil tidak pernah orang temui, bahkan tanpa pernah gue menyangka, satu kata itu akhirnya datang pada pertemuan antara gue juga Talla.

Talla itu hidup gue.

Pada masa itu, gue akan melakukan semua hal untuk cewek yang cerobohnya gak pernah bisa gue perkirakan.

Bahkan suatu masa, pernah ada makian yang gue keluarkan untuk Siwi karena tugas OSIS yang dia berikan, membuat gue gak bisa menjaga Talla yang saat itu sedang demam tinggi dan sendirian di rumahnya.

Bahkan gue menyalahkan Gavin yang baru memberitahu gue tentang keadan Talla saat cewek itu sudah dibawa ke UGD.

Talla segalanya buat gue.

Jadi ketika waktu itu gue memutuskan untuk mengatakan perpisahan kepada cewek itu, sejujurnya sebagian dari diri gue hilang. Sebagian dari diri gue hancur.

Apalagi saat Talla yang tersenyum dan mengatakan terima kasih sebelum meninggalkan gue.

Gue tau dia menahan tangisnya. Cewek kesayangan gue itu menahan isakkannya karena tidak ingin gue merasa bersalah dan terluka. Padahal disaat itu, gue yakin Talla amat sangat terluka. Dan gue menyesal membuat Talla merasakan hal itu.

Berpisah itu tidak mudah.

Walau tak bicara, gue gak munafik, bayangan Talla masih ada pada hari yang gue lewati. Bahkan setiap Sabtu pagi, telinga gue seperti mendengar suaranya. Panggilannya untuk mengajak gue bersepeda dan menyusuri pagi di daerah Dago.

Ingatan itu tidak mudah hilang, mungkin ingatan itu akan tetap terpatri pada diri gue bahkan mungkin untuk selamanya.

'Gue mau ketemu Tera'.

Gue inget, saat suara Retta terdengar ditelinga dan berkata akan menemui adiknya setelah sekian lama. Entah mengapa ada ketakutan yang gue rasakan. Ada rasa khawatir yang gak pernah hilang.

Bahkan sampai saat ini. Ketika motor gue memasuki pemakaman yang berada di jalan Padjajaran, kemudian gue memarkirkan motor disana, rasa khawatir gue semakin bertambah.

Setelah membeli bunga dari Wastukencana, Retta tidak bersuara. Bahkan ketika gue sudah memarkirkan motor dan menuntunnya untuk memasuki pintu masuk makam, gue melihat Retta semakin menundukkan kepalanya.

"Kak Retta".

Saat gue dan Retta akan memasuki makam, sebuah suara terdengar dan seseorang kini sudah berdiri didepan Retta.

Penuntun Kata | ExovelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang