Harapan (21 Februari)

689 90 9
                                    

Pertambahan usia.



Menjadi sosok lebih dewasa.



Bisa melapangkan dada saat semesta dengan kejamnya menggores luka.



Seharusnya ketika umur sudah menyetuh kepala dua, semua manusia bisa mengaplikasikan keyakinan itu tanpa pernah berkeluh kesah.

Ya, seharusnya memang seperti itu. Tapi pada kenyataannya manusia tidak seperti itu. Atau mungkin hanya sebagian kecil yang bisa seperti itu.


Kecewa pada kenyataan.


Untuk semua luka yang silih berganti pada perjalanan manusia, tiga kata itu merupakan rasa sakit yang pasti pernah hadir untuk menyapa dan meninggalkan luka mendalam.


Kecewa karena harapan tak kunjung jadi nyata.

Kecewa karena kehilangan padahal sudah berjuang keras.

Kecewa karena telah berusaha tapi tidak pernah ternilai.


Kenyataan terkadang menjadi tersangka yang paling kejam kala menghujam luka, bahkan nyeri yang ditimbulkannya pun lebih sakit dari sebuah pisau tajam.

Tapi tetap saja, manusia akan selalu berharap, berjuang, berusaha agar kenyataan memihaknya, namun manusia melupakan bahwa kenyataan tidak pernah menjanjikan bahwa semua keinginan dapat diraih saat itu juga.

Intinya walau kecewa, manusia akan tetap berharap. Hal itu pun dilakukan oleh Lea.


Syafazea Mirai Alea.


Gadis itu tidak larut dalam mimpinya saat jam sudah menunjukan pukul dua belas malam. Lea menutup mata, berpura-pura tidur sambil tersenyum kecil.

Hari ini tepat tanggal 21 Februari dan setiap tahunnya gadis itu akan mengharapkan hal yang sama. Tapi sama seperti kala itu, walau jam sudah berlalu nyatanya apa yang diharapkan Lea tidak jua datang. Hingga saat sinar matahari perlahan menyinari kamarnya dan gadis itu belum juga tertidur, tetap saja apa yang diharapkannya tidak datang.

"Alea, mama sama papa berangkat. Sarapan udah mama siapin dimeja makan".

Seperti biasanya. Seperti ini rutinitasnya. Lea akan mendengar teriakan itu dipagi hari tapi tidak sampai tiga menit setelahnya suara itu akan menghilang, dan suasana rumah akan kembali sepi.

Lea duduk dikasurnya, gadis itu menghembuskan nafas pelan. Kepalanya pening, pelan-pelan gadis itu memijat pelipisnya.

Lea tidak pernah insomnia, tidurnya selalu teratur. Paling malam gadis itu akan tidur pukul satu malam jadi ketika ia tidur terlalu malam kepalanya akan pusing. Apalagi sekarang saat gadis itu belum tidur seharian.

Ada waktu yang diambil Lea untuk duduk terdiam diatas kasur sambil tenggelam dalam pikirannya.

Berbeda dari Retta, setiap ulang tahun, Lea selalu tidak ingin kedua sahabatnya datang menemuinya karena gadis itu sangat menginginkan pergantian umurnya itu dirayakan dengan keluarga kecilnya. Keluarga yang amat disayanginya, tapi sama seperti tahun-tahun sebelumnya Lea tidak pernah mendapat apa yang diinginkannya, diharapkannya.

Penuntun Kata | ExovelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang