Lea
Katanya ketika waktu berjalan dengan cepat berarti kita menikmati setiap momen yang terlewati.
Artinya begitu bersuka cita perasaan hingga tidak ada celah untuk jeda yang dirasa.
Mungkin sekarang gue merasa seperti itu. Seinget gue tahun lalu gue baru merayakan acara ini tapi sekarang gue sudah kembali disini dengan posisi yang sama namun waktu yang berbeda.
Beberapa minggu lagi kampus gue dies natalis. Setiap tahun, gue akan menjadi bagian dari acara ini. Bukan sebagai pengisi acara penting hanya jadi bagian dari paduan suara yang mengiringi proses acara.
Tapi gue selalu senang ketika berada disini sebab gue bisa ngeliat gimana ada puji dan syukur yang terdengar maupun terlihat dari orang-orang yang turut hadir didalamnya, khususnya pada dosen yang telah lama mengabdi pada kampus ini.
Latihan kali ini membutuhkan waktu lebih lama karena mendadak salah satu dosen penanggung jawab acara merombak lagu yang harus dinyanyikan, jadi dari setengah jam lalu gue sudah mengirim sebuah chat pada Meda agar cowok itu tidak menjemput gue hari ini.
Sejak bercerita kepada Meda bahwa gue harus berlatih untuk acara dies natalis, cowok itu selalu mengantar dan menjemput gue bahkan saat tidak ada kelas yang harus dihadirinya.
Gue sudah menolak bahkan memprotes berkali-kali tapi Meda tetap saja akan datang dan menjemput gue seperti biasa dan gue yakini kali ini pun akan seperti itu.
Saat gue datang dan memasuki aula kampus dengan Meda disamping, ada bisik-bisik yang terdengar. Entah membicarakan apa, tapi satu yang gue yakini, itu pasti tentang gue, Meda juga Retta.
Gue sudah kebal bahkan mati rasa, jadi setiap ada tatapan tajam yang mengikuti langkah, gue selalu gak peduli.
Gue inget kata Meda waktu itu, untuk tidak takut karena tidak ada yang salah.
Meda selalu begitu, walau banyak diam, akan ada satu katanya yang menenangkan. Membuat gue tau bahwa semua akan baik-baik saja.
"Le, itu ada anak komunikasi nyariin di depan".
Gue tersenyum singkat kepada Tita salah satu anggota paduan suara sebelum berjalan keluar aula.
Gue kira seperti tahun sebelumnya, saat keluar gue akan menemui Retta dengan wajah malas dan Gasa dengam cengiran diwajahnya. Tapi ternyata bukan, gue malah melihat Kenno yang berdiri diam dengan wajah penuh kekhawatiran.
Retta dan Gasa. Seketika gue tersadar bahkan dari awal latihan keduanya tidak pernah gue temui seperti tahun sebelumnya. Mereka atau salah satunya akan datang ketika gue bilang sudah berada di rumah.
Setelah ada jeda, gue bertanya tentang maksud Kenno menemui gue. Sama sekali tidak ada prasangka tapi saat dia bertanya tentang mama Retta, gue tau ada yang salah karena untuk waktu lama bahkan sejak mengenal Retta dapat dihitung dengan jari berapa kali Retta menyebutkan mama-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penuntun Kata | Exovelvet
FanfictionMereka bertanya pada ketidakpastian mengenai asa, imipian juga cinta. Bila benar, apakah akhir bahagia akan tertulis untuk mereka?