Empat anak perempuan memainkan boneka. Mereka semua berumur sama, 18 tahun. Tapi sebelum memulai, mereka terlebih dahulu membuat perjanjian agar permianan bisa dimainkan dengan lebih serius dan kompetitif. Maka permainan akan terasa lebih seru, kan?
Keempatnya duduk berbaris membentuk sebuah lingkaran, dengan memangku masing-masing bonekanya. Anak tertinggi beringai dengan tatapan mata biru yang aneh, mulai bicara. Walau terlihat seperti itu, nyatanya ialah yang paling cerdik dan licik. Ia menjelaskan tentang aturan dan cara permainannya. Ketiga anak lain yang mendengar dengan seksama terlihat antusias dan tak sabar memulai.
Permainan boneka ini akan sangat berbeda dengan permainan pada umumnya. Mereka akan saling menukar boneka masing-masing dan menarik boneka lawan seakan ingin merobeknya. Mereka akan melempar boneka ke langit, mengambil boneka lain secara acak, dan berlomba siapa yang paling cepat mengoyakkan. Anak dengan tenaga terkuat —atau jahitan boneka terkuatlah, yang diuntungkan dalam permainan ini. Tapi mereka hanya bocah 18 tahun, siapa yang memikirkan sesuatu seperti itu.
Anak dengan wajah terpolos, kuncir -sedikit bekas cacar- berkaca mata dan biasanya menjadi korban bullying, adalah pengoyak boneka pertama. Ia mengoyakan boneka beruang kuning milik salah satu dari keempatnya, tepat di bagian leher —dan memisahkan antara kepala dan tubuh boneka. Si pemilik boneka beruang, si anak broken home pun harus berhenti di ronde pertama ini.
Permainan di lanjutkan pada ronde kedua. Mereka melempar dan mengambil boneka secara acak (tentunya tak diperbolehkan mengambil boneka sendiri). Si bocah pirang sengaja tak mengerahkan seluruh tenaganya, karena ia pun sadar jahitan bonekanya sangatlah kuat. Mungkin bocah perempuan penyakitan itu takkan bisa mengoyakkannya sendiri. Di antara anak lain, si pirang yang paling menginginkan kemenangan permainan ini.
Boneka milik bocah berkuncir menjadi korban koyak selanjutnya. Koyakkan tepat di mata dan membelah sebagian kening boneka bayi malang itu. Menyisahkan dua bocah terakhir. Si rambut pirang bersiap di ronde ketiga, sedang lawannya sudah kehabisan tenaga. Apalagi kondisi si anak yang sering sakit-sakitan dan pesimis serta merasa selalu menjadi beban orangtua. Dan benar saja, si bocah pirang sukses mengoyakkan boneka terakhir langsung menjadi dua bagian. Sedang bonekanya yang terjahit kuat tak rusak sedikit pun.
Si bocah pirang menjadi pemenang. Sesuai perjanjian awal, sang pemenang akan menjadi “penghukum” dan lainnya akan “dihukum”. Tak ada bedanya jika bocah sakit mendapat peringkat dua, kecuali hukumannya yang akan diperlamban.
Bocah pirang bersiap memberi hukuman pada semua temannya. Hukuman disesuaikan dengan koyakkan pada masing-masing boneka. Ia pun mengambil sebilah pisau. Karena semua sesuai perjanjian.
Permainan berakhir.