Namaku Miu. Aku bersekolah di asrama Nittei, dan sekarang aku duduk di kelas 8F. Apa kalian percaya hantu? Tidak? Aku juga awalnya berpikir kalau hantu itu tidak ada. Tetapi setelah aku bertemu dengan gadis bernama Nan Yuri, aku baru menyadari bahwa “mereka” yang selama ini kita sebut sebagai hantu itu ada di sekitar kita. Tapi bukan dia yang menarik di kisah ini, melainkan adiknya, Menya. Di sinilah kisah itu pun dimulai.
Flashback 2011.
“Anak-anak, kita kedatangan murid baru hari ini. Anak manis, ayo masuk,” kata Bu Hana.
“Mm.. Hai, namaku Nan Yuri. Kalian bisa memanggilku Yuri. Salam kenal,” kata murid baru itu.
“Nah, Yuri, kamu bisa duduk di bangku yang masih kosong,” kata Bu Hana.
Anak bernama Nan yuri itu duduk di sebelah bangkuku. Dia menatapku lalu tersenyum. Aku pun membalas senyumannya.“Hai! Jadi namamu Yuri, ya? Namaku Miu. Salam kenal, ya,” kataku.
“Salam kenal juga,” kata Yuri.
Kami pun mulai mengikuti pelajaran Bu Hana dengan baik.Pulang sekolah.
“Yuri, rumahmu di mana?” tanyaku.
“Rumahku di seberang sana. Kapan-kapan mampir, ya” kata Yuri.
“Hmm. Oke, kapan-kapan aku kerum…, YURI! KAMU KENAPA?!” seruku kaget.
Yuri berdarah. Hidung dan betisnya berdarah. Yuri berjalan terhuyung-huyung sampai akhirnya tergeletak begitu saja ke tanah.
“Mi…u…, Tolong aku.. Dia mengejarku.. Menya mengejarku.. Dia ingin aku mati.., Dia membunuh ibu dan ayah.., Miu tolong ak..,” Yuri pingsan.
Aku pun meminta bantuan. Pihak asrama segera membawa Yuri ke Rumah Sakit.Di rumah sakit.
“Ada apa dengan Yuri, dok?” tanya Bu Hana.
“Dia tidak apa-apa. Kami juga heran mengapa ada pendarahan pada hidung dan betisnya, tapi kami sarankan agar dia beristirahat di sini untuk sementara,” kata dokter.
“Apa kalian tau siapa orangtuanya? Mungkin orangtuanya tau penyakit Yuri,” kata suster.
“Miu, apa dia memberitaumu di mana tempat tinggalnya?” tanya Bu Hana.
“Iya bu. Katanya di seberang asrama,” kataku.
Aku dan Bu Hana bergegas pergi ke tempat tinggal Yuri.Di rumah Yuri
Tok, tok, tok,
“Halo, apa ada orang di rumah?” tanya Bu Hana.
Krieet..,
Ada yang membukakan pintu.
“Hah? Pintunya terbuka sendiri!” seru Bu Hana.
“Terbuka sendiri..? Bu, itu ada anak kecil. Dia yang membukakan pintunya,” kataku.
“Anak kecil? Kamu ada-ada saja! Mana aja anak kecil! Ibu tidak bisa melihat apa-apa di sini, Miu!” Kata bu Hana heran.
“Tapi dia ada di si..,”
“Ssst,” kata anak kecil itu. “Diam, nanti gurumu mendengarnya,”
“Hah..?!” Aku terkejut. “Kamu.. Si..apa?”
“Hei, Miu! Kamu bicara sama siapa? Ibu takut, Miu!” seru bu Hana.
“Ssst, ayo masuk,” kata anak kecil itu. Dia terus menyuruhku masuk ke dalam rumah Yuri.
“Bu, Miu cek dulu ke dalam ya,” kataku.
Aku pun mengikuti anak kecil itu untuk masuk ke dalam rumah Yuri.“Hei, kamu siapa? Kenapa bu Hana tidak bisa melihatmu…? Apa kamu han…tu?” tanyaku takut-takut.
“Ssstttt…! Aku tidak suka kau menyebutku seperti itu!” Mendadak anak kecil itu kasar. Dia mendorongku sampai aku terjatuh.
“Hei, ini sakit,” kataku marah.
“Upss.. Maaf,” kata anak kecil itu. “namaku Menya. Aku adik Yuri. Ayah dan ibu kami sudah lama meninggal karena…, euh.., karena.., ah lupakan saja. Kami hanya tinggal berdua di sini,”
“Menya..?”
Aku kembali teringat ucapan Yuri sebelum ia pingsan.“Kamu.. Kamu yang mengejar-ngejar Yuri, ya? Kamu yang membunuh ayah dan ibunya Yuri?! ORANTUAMU SENDIRI?!” pekikku.
Mata Menya membelalak. “Apa itu salah? Aku selalu dimarahi dan disiksa mereka. Orangtua macam apa itu?! Apa salah bagi seorang anak untuk membalaskan dendamnya?! Untuk menyakiti orangtuanya? Oh, sekarang aku tau mengapa mereka suka menyiksa anak-anak mereka. Karena menyiksa itu rasanya.. SANGAT MENYENANGKAN,”
“Menya! Kau adalah iblis! Kembali ke neraka!” seruku.
“BERHENTI MENYEBUTKU SEPERTI ITU!! PERGI!” teriak Menya. Dia mencekikku lalu mendorongku.
Gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa.“Miu?”
“Miu bangun..,”
“MIu..”
“HAH?!” aku terbangun. “Yuri!”
“Miu, kamu pingsan di depan rumahku,” kata Yuri.
“Menya.. Menya, dia hantu! Dia sudah tidak ada, Yuri!” seruku.
“Kau sudah bertemu dengannya? Dia mengganggumu? Apa yang dia lakukan padamu?” tanya Yuri.
“Yuri.. Hiks,” Aku memeluk Yuri.Beberapa minggu kemudian…
“Miu, kita ke rumahku, yuk!” kata Yuri.
“Hah..?”
“Tidak apa-apa, Menya sudah kuusir,” kata Yuri.
“Kamu mengusirnya? Memang bisa?” tanyaku.
“Ah, bisa! Ayo!” seru Yuri.
“Yu..ri..!” Aku melihat jasad Yuri di depan rumah Yuri.
“HI HI HI.. Aku menang!” seru Menya. Dia tertawa riang gembira.
“Menya.. Kenapa kau melakukan ini..”
“………”
“………”
“Karena aku selalu menang!”