"Loh, sampeyan berarti mari iki liwat Alas D********* (berarti sebentar lagi anda akan lewat di hutan **********)?"
"Nggih Pak (iya pak)."
"Loh, loh, halah dalah, wes yang mene mas, opo ra isok mene ae mas, sampeyan golek penginapan ae, soale nek jam yang mene, jarang onok sing liwat (sudah jam segini mas, apa gak bisa besok saja mas, cari saja penginapan, soalnya jam segini sudah jarang ada yang lewat)," kata si bapak.
"Mboten pak, kulo bablas mawon (tidak pak, saya lanjut saja)," kata Wahyu.
"Ngeten mas, isok kulo nyuwun waktu'ne sampeyan (gini mas, bisa saya minta waktunya sebentar)?" Si penjual cilok, tiba-tiba mengatakan hal itu dengan wajah tegang.
"Nggih Pak," kata Wahyu.
Widya yang sedari tadi memilih diam, hanya mendengarkan saja saat penjual cilok itu menceritakan apa yang harus mereka lakukan saat masuk ke Alas **********
"Ngeten mas (begini mas)."
"Engken, bade sampun mlebet nang Alas'e sampeyan mlaku ae teros (nanti setelah kalian sampai dan masuk ke jalanan hutannya, jalan saja ya terus)."
"Ora usah mandek, utowo ngeladeni opo ae, ngerti ya mas (gak usah berhenti, apalagi mengurusi hal apapun, sampai sini paham ya mas)."
"Ojok lali, moco dungo'e sing katah" (jangan lupa doanya yang banyak)."
"Sing paling penting, nek sampeyan krungu suoro ra onok wujud'e, tetep lanjut, bade sampeyan sampe digawe ciloko, nek isok lanjut, lanjut ae, ra usah diurus mas, sampeyan percoyo ae, dungo nggih. (yang paling penting, jika kalian dengar suara tanpa wujud, tetap lanjut saja. Jika sampai kalian dibikin celaka, lalu kalian masih bisa melanjutkan, lanjutkan saja, jangan pernah berhenti di sana, yang penting tidak usah diperdulikan, kalian percaya saja, doanya juga utamakan)."
Widya tidak pernah mendengar ada orang yang sampai bercerita dengan mimik wajah yang tegang, bahkan bibirnya gemetar saat menceritakan.
"Kulo dongakno sampeyan sampeyan selamet sampai nang tujuan (saya doakan kalian selamat sampai tujuan)."
Tepat ketika langit sudah kemerahan, mereka melanjutkan perjalanan. Di belakang, Widya mulai merasakan angin dingin, melewatinya begitu saja.
Tidak pernah disangka, jalan masuk hutan, lebih gelap ketika petang sudah mulai menjelang.
Cahaya motor yang dikendarai Wahyu menembus kegelapan malam, kilasan pohon hutan di samping kiri kanan jalan menjadi pemandangan tak terelakkan. Hanya suara motor yang mampu menghidupkan sepi senyap di sepanjang jalan, karena benar saja, tak ditemui satupun pengendara lain di sini.
Wahyu mencoba mencairkan suasana dengan berandai-andai bagaimana bila motor mogok atau ban meletus di tengah antara hutan ini sementara belum ditemui satupun pengendara yang lewat.
Widya hanya menanggapi kecut, takut bila pengandaian Wahyu terjadi pada mereka, dan benar saja, motor mereka ngadat tepat setelah Wahyu mengatakan itu.
Widya, diam seribu bahasa, hal kurang pintar dari manusia sejak dulu kala adalah memikirkan sesuatu yang buruk di kondisi yang buruk yang bahkan tidak seharusnya mereka lakukan manakala doa bisa saja dikabulkan sewaktu-waktu.