KKN di Desa Penari 15

77 5 0
                                    

"Yo wes, takono Anton nek ra percoyo, bengi sak durunge aku eroh awakmu nari, Bima asline onok nang kunu, arek'e ndelok tekan cendelo, paham awakmu sak iki. Gendeng cah iku. (ya sudah, tanya Anton kalau gak percaya, malam sebelum kejadian itu, Bima sebenarnya ada di kejadian, dia cuma lihat kamu dari jendela, paham kamu sekarang, gila itu anak)."

Widya diam lama, memproses kalimat itu, ia melihat Wahyu pergi dengan raut wajah kesal.

Malam semua anak sudah berkumpul, Nur ada di kamar, dia sedang sholat.

Widya di ruang tengah sendirian, sedangkan Ayu, Wahyu dan Anton ngobrol di teras rumah, Bima, ada pertemuan dengan Pak Prabu.

Sebelum suara kidung terdengar lagi, suaranya dari arah pawon (dapur) untuk mencapai pawon, Widya melewati kamar, di sana Nur sedang bersujud, semakin lama, suaranya semakin terdengar dengan jelas.

Pawon rumah ini hanya ditutup dengan tirai, saat Widya menyibak tirai, ia melihat Nur, sedang meneguk air dari kendi, lengkap dengan mukenanya.

Widya mematung, diam, lama sekali, sampe Nur yang meneguk dari kendi melihatnya.

Mata mereka saling memandang satu sama lain.

"Lapo Wid (kenapa Wid)?" tanya Nur.

Widya masih diam, Nur pun mendekati Widya, sontak Widya langsung lari, dan melihat isi kamar, di sana, tidak ada Nur

"Onok opo toh asline (ada apa tah sebenarnya)?" tanya Nur yang sekarang di samping Widya, ia memegang bahu Widya.

Dingin, tangan Widya masih gemetaran, sampai semua anak melihat mereka kemudian mendekatinya.

"Lapo kok rame'ne (kenapa kok rame sekali)," tegur Ayu.

"Gak eroh, cah iki ket maeng dijak ngomong ra njawab-njawab (gak tau, anak ini ditanya dari tadi gak jawab-jawab)."

"Lapo Wid?" Wahyu mendekati

"Tanganmu kok gemeteran ngene, onok opo sih (tanganmu kenapa gemetaran begini, ada apa sih)?" tanya Anton.

"Nur, jupukno ngombe kunu loh, kok tambah meneng ae (Nur, ambilkan air gitu loh, kok malah diam saja)," tegur Anton.

Nur kembali dengan teko kendi yang tadi, dia memberikanya pada Widya, dan Widya kemudian meneguknya. Lalu, tiba-tiba Widya diam lagi membuat semua orang bingung.

Tangan kiri Widya masih memegang teko, sedangkan tangan kanannya, terangkat lalu masuk ke dalam mulut, di sana, Widya berusaha mengambil sesuatu, ada 2 sampai 3 helai rambut hitam, panjang, dan itu keluar dari dalam mulut Widya.

Semua yang menyaksikannya, beringsut mundur, kaget. Begitu penutup tekonya dibuka, di dalamnya, ada segumpal rambut, benar-benar segumpal rambut dengan air di dalamnya.

Nur yang melihatnya langsung bereaksi. "Aku mau yo ngombe teko kunu, gak eroh aku onok barang ngunu'ne  (tadi aku juga minum dari situ, gak tau ada begituannya)."

Widya muntah sejadi-jadinya. Saat keadaan tegang seperti itu, Anton tiba-tiba mengatakan, "awakmu diincer yo Wid, jare mbahku, nek onok rambut gak koro metu, iku biasane nek gak disantet yo diincer demit. (kamu diincar ya Wid, kata mbahku, kalau tiba-tiba muncul rambut, itu biasanya kalau gak disantet ya di incar makhluk halus)."

Nur, kemudian mengatakannya.

"Wid, opo penari iku jek ngetuti awakmu, soale ket wingi aku wes ra ndelok gok mburimu maneh (Wid, apa penari itu masih ngikutin kamu, soalnya dari kemarin aku belum lihat dia di belakangmu)."

Berhari-hari setelah pengakuan Nur itu, membuat Widya semakin was-was, ia jatuh sakit selama 3 hari, dan selama itu juga, Widya hanya terbaring di atas tikar kamar.

Nur tidak melanjutkan lagi ceritanya, karena katanya ia sudah salah mengatakannya, seharusnya ia menahan cerita itu.

Selama Widya terbaring sakit, ia seringkali ditinggal sendirian di dalam rumah itu, dan selama tinggal di rumah itu, ada satu kejadian yang tidak akan pernah Widya lupakan.

Semua dimulai ketika ia hanya berbaring di atas tikar. Ayu dan Nur berpamitan akan memulai proker mereka. Anak-anak cowok juga memulai proker mereka masing-masing.

Horor NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang