Kisah Nyata Misteri ini dituturkan langsung oleh pelaku yang meminta nama aslinya dirahasiakan. Sebut saja namanya Tarno. Lelaki dengan seorang istri dan dua anak anak ini menetap di sebuah desa kecil yang cukup jauh di ujung Kabupaten Kubu Raya. Sebuah desa yang sepi dari hiruk pikuk, namun di tempat itulah Tarno dilahirkan dan dibesarkan sehingga dapat menghantarkannya menduduki posisi terhormat dengan menjadi seorang suami sekaligus ayah. Berikut kisah mistik yang dituturkan Tarno selengkapnya.
Meski hidup dalam keprihatinan, karena hanya mengandalkan penghasilan dari menangkap ikan, namun rumah tangga kami terbilang harmonis. Jika berselisih paham, kami selalu menempuh jalan musyawarah. Hal itu wajib kami terapkan untuk menutupi aib dan segala bentuk kekurangan yang ada dalam rumah tangga kami agar tidak terdengar oleh orang luar. Karena begitulah pesan dari para orang tua kami.
Hari demi hari aku habiskan hanya untuk bekerja dan bekerja. Hal itu aku lakukan, selain sadar akan tanggung jawabku sebagai kepala rumah tangga, juga ingin menggapai harapan dan cita cita. Yah, mungkin dengan begitu ekonomi keluargaku dapat berubah dan aku bisa menyisihkan sedikit uang penghasilanku itu untuk masa depan anak-anakku dikemudian hari. Namun semua itu menjadi sirna, tatkala aku mulai mengenal yang namanya judi.
Berawal ketika rumahku kedatangan seorang tamu laki-laki yang ternyata adalah Wahono, sahabatku, yang juga berasal dari kampung di mana aku tinggal saat itu. Namun dia tak lagi tinggal di sana, karena beberapa tahun yang lalu, dua tahun kalau tidak salah, bersama keluarganya, Wahono pindah ke kota kecamatan untuk merubah nasib. Memang benar, dilihat dari penampilannya saja, dia tampak berbeda dari sebelumnya, lebih rapi dan perlente. Terlebih usahanya yang mengalami banyak kemajuan. Salah satunya adalah lapak ikan atau kios tempat menjual ikan. Dan maksud kedatangannya saat itu adalah untuk mengajakku bekerja sama.
"Maksudmu?" Tanyaku tak mengerti.
"Jadi begini Tar, selama ini kan aku membeli ikan langsung dari para nelayan, yang kemudian ikan tersebut aku jual kembali di lapakku. Nah, aku juga mau kau melakukan hal yang sama, menangkap ikan dan menjualnya padaku. Memang harga yang aku tawarkan tidaklah besar, namun kau bisa rutin menjualnya padaku. Karena jika kau tetap bertahan seperti itu, kapan kau bisa maju," ucap Wahono.
Aku pun tertegun sesaat. Tak dipungkiri hatiku berbunga-bunga mendengar tawaran dari sahabatku itu. Namun apa daya, aku tak sanggup menjawabnya karena aku sadar akan ketiadaanku. Yang dapat aku lakukan hanya tertunduk diam sambil menghela nafas panjang.
Melihat itu Wahono melempar simpul ke wajahku. Kemudian tangannya yang besar memegang pundakku dan meremas-remasnya.
"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan. Masalah kapal motorkan? Kau tak usah khawatir, nanti kau bisa gunakan kapal motorku untuk menangkap ikan," ucap laki-laki berbadan besar itu.
Setelah mendapat persetujuan dari istriku, hari itu juga aku dan Wahono berangkat ke kota kecamatan, dengan membawa segudang harapan untuk suatu perubahan. Dan sesampainya di sana, aku langsung menuju rumah Wahono yang terletak di belakang pasar untuk mempersiapkan segala perlengkapan, karena malam itu juga aku langsung memulai operasi.
Hari dami hari pun aku lalui, dan tanpa terasa sudah hampir tiga bulan aku bekerja pada Wahono. Meski sangat sibuk, aku tak pernah lupa akan janjiku pada istriku untuk pulang dua minggu sekali. Namun itu aku wujudkan hanya pada bulan pertama saja, selanjutnya aku tak pernah lagi menjenguknya. Bahkan tak pernah lagi memberikan hasil keringatku pada mereka.