Dendam

16 2 0
                                    

John Ayers Safford, Walter Adkins dan Bryan Hart adalah tiga orang mahasiswa yang sedang menghabiskan liburan akhir pekannya. Kini, mereka sedang dalam perjalanan. Menuju kota lain yang jarakya cukup jauh untuk menonton sebuah konser band. Tiba-tiba mobil yang dikendarai Walter pun berhenti.

“Sial! Ada apa yang terjadi dengan mobilku ini?” ucap Walter kesal.
“Kau kenapa?” sahut Bryan.
“Sepertinya kita kehabisan bahan bakar.” Balas John.
“Iya, John benar. Aku lupa untuk membeli bahan bakar sebelum kita pergi.” Walter membenarkan ucapan John dan Ia menaruh dahinya di atas kemudi.
“Bodoh.” Ucap Bryan.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, mereka bertiga terpaksa untuk tinggal sementara di dekat mobil. Mereka berharap ada mobil yang lewat dan bisa memberi mereka tumpangan.
Dengan api unggun mereka pun membuat sebuah lingkaran untuk sekedar menghangatkan tubuh mereka. Malam itu, angin berhembus secara perlahan dan udara juga sangat dingin. Ketiganya bercengkrama dan sesekali tertawa seakan lupa, apabila mereka sedang terjebak di sebuah hutan yang sangat jauh dari tempat warga penduduk setempat.

Tak lama kemudian, Bryan meminta izin untuk pergi ke dalam hutan untuk buang air. Dengan langkah cepat bak dikejar seorang hantu ia pun mulai menghilang di antara pepohonan dan gelapnya malam. Walter pun masuk ke dalam mobil untuk tidur, sementara John masih ingin menghangatkan tubuhnya sambil menikmati alunan musik hard-rock favoritnya.

Jam berwarna cokelat kehitaman yang melingkar di pergelangan tangan kanan John telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah lebih dari satu jam Bryan pergi dan sampai saat ini ia belum kembali lagi, John pun membangunkan Walter yang sedang terlelap dan mengajaknya masuk ke dalam hutan untuk mencari Bryan. Dengan langkah perlahan serta membawa perlengkapan penerangan yang tersedia di dalam mobil, mereka pun mulai memasuki kawasan hutan tersebut. Mereka berpencar, John ke arah barat sedangkan Walter ke arah timur.
“Bryan! Di mana kau!” Teriak John. Teriakannya tidak dibalas oleh Bryan, yang ada hanya suara-suara hewan serta gemericik air yang mengalir di dekatnya.

Sudah tiga puluh menit Walter mencari keberadaan temannya. Sembari ia menunggu John kembali, Walter pun duduk di sebuah batang pohon besar yang terletak di tengah jalan. Beberapa menit kemudian, dengan nafas yang terengah-engah serta langkahnya yang cepat John pun muncul dari balik pepohonan. Ada sesuatu yang tidak beres rupanya, pikir Walter.
“Ada apa?” tanya Walter dengan cepat.
“Huhh… Huhh… Kau harus ikut aku sekarang!” balas John, dengan nafas yang terengah-engah serta dengan cepat menarik tangan kanan Walter dan pergi berlari.

Kedua mahasiswa tersebut menatap dengan tatapan dingin dan seolah tidak percaya dengan apa yang kini mereka lihat di hadapannya. Temannya yang selama ini mereka cari-cari sedang tergeletak dengan luka memar di bagian kepala. Posisi kepalanya menghadap ke tanah. Darah yang berwarna merah serta kehitam-hitaman tersebut mengalir dari dalam mulutnya, tak hanya itu bagian wajahnya juga berlumuran darah. Baju yang dikenakannya pun robek, dan di lengannya juga terdapat bekas luka sayatan. Di sampingnya, tergeletak sebuah besi panjang berukuran sekitar 70 cm. Besi tersebut terkena cipratan darah.

“Ada pembunuh di sini, John. Kita harus cepat pergi dan keluar dari hutan sialan ini!” ucap Walter.
“Persetan akan hal itu, Walter. Kau tahu kan tak ada jalan keluar di sini?.” Balas John dengan gemetar.
“Kau ingin nasibmu seperti Bryan?” Balas Walter.
“Tentu tidak!”

Mereka pun mulai meninggalkan tempat tersebut, mereka pun berlari dengan cepat di tengah gelapnya malam. Angin malam pun berhembus kencang, rasa takut dan panik pun menyertai mereka. Tujuan mereka yaitu, ingin pergi dan keluar dari hutan tersebut serta menghindar dari kejaran pembunuh.

Sewaktu mereka berlari, John pun melihat ke belakang. Dan ia pun melihat sesosok orang yang mengenakan topeng berwarna putih dan berwarna merah, lebih tepatnya cipratan darah pada bagian matanya. Di tangan kanannya, orang itu pun memegang besi panjang.
“Walter! Di belakangmu!” John berteriak dengan lantang kepada temannya yang sedang berlari mengejar dirinya. Sementara itu, sang pembunuh bertopeng putih itu pun mulai mengejar Walter yang berada di depannya. John panik sewaktu melihat hal tersebut, ia lebih memilih untuk menyelamatkan nyawanya sendiri. Dengan lari secepat mungkin, Walter pun tidak melihat bongkahan batu besar di depannya dan ia pun tersungkur jatuh. Kepalanya pun mulai mengeluarkan darah karena terkena ujung batu yang lancip tersebut.
“Walter!” John pun berteriak dan ingin menolong temannya yang jatuh tersungkur tersebut, tapi ia mengurungkan niatnya karena orang yang memakai topeng dan membawa besi panjang itu kini sudah berada di belakang temannya itu. Walter pun menoleh ke belakang, dan ia tersadar setelah sosok yang selama ini ia hindari tengah berada di depannya. Besi panjang itu pun mulai diayunkan dan mengenai leher Walter.
“Arrgh!” Walter berteriak.

Dengan cepat, Walter pun mengeluarkan pisau kecil yang terdapat di kantung celananya dan mulai menusukkannya ke betis pembunuh yang memakai topeng tersebut. Lalu, pembunuh mulai mengambil sebuah batu dan menghantamkan batu itu ke kepala Walter. Ia pun mati dengan kepala yang terus mengalirkan darah secara perlahan.

Di belakang itu, John pun mulai mengambil sebuah kayu balok yang tebal dan panjang. Ia akan memukulkan itu ke kepala pembunuh tersebut.
Saat pembunuh bertopeng putih itu berdiri secara perlahan, karena betisnya baru saja ditusuk oleh pisau. Tidak dalam waktu yang lama, dengan cepat John pun mulai menggenggam pangkal kayu tersebut dengan cepat dan langsung mengarahkan ke kepala pembunuh itu.
BRUK!
“Aargghhh!” Pembunuh tersebut pun berteriak
Tersungkur jatuh ke tanah, kulit kepala bagian belakangnya robek, serta mengeluarkan darah. John pun mulai kembali mengayunkan kayu yang ia genggam, dan kali ini ia mengarahkan ke bagian perut dan dadanya. Tak lama setelah itu, mulutnya mulai mengeluarkan darah, tetapi ia masih bisa bergerak. John pun langsung mendekatinya, dan pembunuh tersebut menusukkan sebuah pisau kecil ke bahu John.
John berteriak, jatuh, dan ia pun membuka topeng pembunuh tersebut yang berada di sampingnya. Tergeletak tak berdaya.

“Jadi, selama ini… Kau?” ucap John tergagap.
“Iya. Aku adalah Bryan.” Balas Bryan dengan sulit, karena mulutnya tak henti mengeluarkan darah yang bercampur dengan ludah.
“Bryan. Enam tahun yang lalu, semasa sekolah dulu yang pernah kau dan Walter tindas. Aku masih memiliki dendam kepadamu dan temanmu itu.” Sambung Bryan.

Jadi selama ini, Bryan hanya berpura-pura mati saat ditemukan itu hanya untuk mengelabui kedua temannya. Ia melukai diri sendiri dengan pisau, gunting, dan alat perkakas yang lainnya untuk meyakinkan temannya bahwa ia telah mati. Setelah kedua temannya meninggalkannya saat posisinya sudah cukup jauh, ia pun mulai mengenakan topeng dan mulai mengejar kedua temannya tersebut. Dan melampiaskan dendam kepada kedua temannya itu, yang pernah menindasnya sewaktu sekolah.

Horor NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang