Hari sabtu sudah menjadi agenda wajib aku bertemu dengan Mas Bima. Biasanya di akhir pekan seperti ini kami akan menghabiskan waktu bersama, entah sekadar nonton bioskop, pergi makan, atau duduk di rumah sambil bermain game.
Namun hari ini sedikit berbeda, di tengah kencan kami, Mas Bima mendapatkan pesan dari atasannya untuk datang ke kantor saat itu juga. Sehingga aku yang sedang bersamanya pun, terpaksa ikut pergi.
Sebenarnya aku tak masalah bila di akhir pekan seperti ini menemani Mas Bima ke kantor, mengingat kesibukan kami membuat waktu bertemu terbatas. Namun banyak teman kantor Mas Bima yang bercerita sering mengalami gangguan makhluk gaib selama lembur, membuatku sedikit was-was.
Eits, jangan berpikir tempat kerja Mas Bima di sebuah gedung tua yang usang, Kantor Mas Bima justru berada di sebuah gedung mewah bersampingan dengan Mal dan Hotel bintang 5, sehingga tak ada sedikitpun kesan seram.
Tetapi banyak teman Mas Bima yang lembur sering mengalami kejadian mistis, dari suara tawa, hingga saklar lampu dimainkan. Entah benar atau tidak, namun bagiku yang penakut cerita tersebut cukup mengerikan apabila dialami sendiri.
“Tenang aja.” Hibur Mas Bima ketika kami sampai di depan kantornya. “Ini masih siang, mana ada han…”
“Iya Mas. Udah nggak usah disebut itu nama terlarang.” Potongku.
“Ya udah yuk.” Ajaknya.
Aku mengangguk mengikuti Mas Bima.
Kantor Mas Bima berada di lantai 6, biasanya di setiap lantai ada 2 hingga 3 perusahaan. Namun karena memiliki pegawai yang banyak, maka perusahaan Mas Bima memutuskan menyewa satu lantai sendirian untuk kantornya.
Alhasil di hari Sabtu ini, hanya ada kami berdua di ruangan seluas itu. Suasana seram tak begitu terasa, terutama di ruangan Mas Bima yang langsung berhadapan dengan kaca. Cahaya Matahari yang terik membuat semua kesan seram dan menakutkan lenyap.
***
“Cklek. Tap. Tap. Tap. Tap Tap Tap Tap.”
Aku dan Mas Bima sama-sama menghadap ke arah pintu. Kemudian kami saling menatap dan kembali dengan aktivitas masing-masing.Sebenarnya aku ingin langsung bercerita kepada Mas Bima bahwa mendengan suara pintu terbuka, disusul dengan langkah kaki mendekat kemari. Namun aku terlalu takut, karena katanya ‘mereka’ akan tahu saat dibicarakan.
“Hhh.” Keluhku dalam hati. Lebih baik aku diam dan pura-pura tak tahu.
Bosan bermain ponsel, aku mengamati sekeliling. Tepat di seberang gedung perkantoran ini merupakan parkiran. Sejak tadi sama sekali tak ada henti-hentinya mobil lalu lalang, menunjukkan banyaknya pengunjung Mal di akhir pekan.
Deg! Jantungku seolah berhenti berdetak. Aku melihat sebuah siluet hitam tepat di samping pintu masuk ruangan Mas Bima yang dibiarkan terbuka. Siluet tersebut tak begitu jelas, tapi aku tahu bahwa itu adalah ‘makhluk’ asing.
Aku menundukkan pelan kepalaku, berusaha agar tak terlihat jelas mengetahui kehadirannya. “Hhh.” “Hhh.” “Hhh.” Aku mengambil nafas pelan, untuk menenangkan jantungku yang masih berdegub kencang.