maaf telat up, lagi uas nih wkwk
Hari ini, setelah Vira sadar dari efek obat penenangnya, dirinya memaksa untuk mengunjungi makam anaknya. Padahal jahitan bekas operasi kemarin masih belum kering.
"Besok aja ya nak? nungguin jahitan nya kering dulu ya?" Ucap bunda Nia dengan nada yang lembut, agar Vira luluh dan menurutinya.
Vira menggeleng dengan diikuti air matanya yang turun.
"Vira mau sekarang bun! Vira mau ketemu sama anak Viraa!"
"Jahitan kamu belum kering sayang, nugggu kalau sudah kering yaa?"
"VIRA GA MAU! VIRA MAU KE MAKAM ANAK VIRA SEKARANG! KALO KALIAN EMANG GAMAU NGANTERIN, YAUDAH BIAR VIRA SENDIRI!" Teriaknya dan ingin turun dari brankar sebelum ayah Wisnu menahanya.
"Ayah sama bunda anterin, tapi kamu harus pake kursi roda ya?" Ucap ayah Wisnu dengan masih memegang lengan tangan Vira.
Vira menggeleng, "Vira masih bisa jalan ayah,"
"Vira Addison, pilih ga kesana sama sekali, atau kesana tapi pakai kursi roda,hm?" Terlihat santai tetapi tegas. Jika ayah Wisnu sudah berbicara dengan menekankan semua kata, Vira tidak bisa menolaknya.
Menghela nafas sebentar, "Iya, Vira pake kursi roda," Lirihnya.
Bunda Nia pun memberikan kursi roda yang memang sengaja ia ambil pagi tadi kearah depan Vira. Dengan pelan Vira duduk di kursi roda. Setelah benar-benar siap, ayah Wisnu pun mendorong kursi roda Vira menuju keluar ruangan dan keluar dari rumah sakit ini.
Di dalam perjalanan, Vira hanya menangis, menangis, dan menangis. Dirinya merasa seperti gagal menjadi seorang ibu. Dirinya juga merasa seperti ibu yang membunuh anaknya sendiri.
Andai saja waktu itu Vira menuruti dan mendengarkan apa kata Syera untuk berhenti minum obat obatan yang membahayakan bayinya. Andai dulu ia berhenti meminum obat obat an itu, pasti anaknya sekarang masih hidup, dan ia bisa merasakan menjadi seorang ibu sepenuhnya.
Semua hanya kata andai.
Benar saja kata Syera. Kalau sudah begini, yang menyesal pasti dirinya sendiri. Sungguh, Vira sangat amat menyesal.
Isakan terus saja muncul dari mulut Vira. Bunda Nia yang berada di sampingnya hanya bisa mengelus punggung rapuh Vira bermaksud untuk menguatkan anaknya itu.
"Bunda, anak Vira," Lirihnya dan memeluk bunda Nia dari samping, dibalas tak kalah erat oleh bunda Nia.
"Bunda tau ini berat buat Vira, tapi bunda yakin, anak bunda yang paling cantik pasti kuat ngadepin ini. Udah dong, jangan nangis, nanti Revan sedih kalau bundanya nangis,"
Bukanya mereda, tangisan Vira justru semakin keras karna mendengar nama anaknya yang sudah ia persiapkan dari jauh jauh hari.
Tak lama, mobil mereka telah sampai di tempat pemakaman Revan. Lantas mereka semua pun turun, dengan Vira yang masih duduk di kursi roda. Saat sudah sampai di depan makam milik Revan, Vira pun turun dari kursi roda dengan dibantu oleh ayah Wisnu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGARA (On Going)
Random[PROSES REVISI] REVISI DI DAHULUKAN SEBELUM END!! "Sebuah rasa tidak dapat berubah karena dipaksakan. Tapi rasa juga bisa berubah karena terbiasa" -Hero Arga Lecester Atkindson "Cinta bukan hanya datang karena pandangan pertama, tetapi cinta bisa...