09; Daffa Cemburu

33 3 0
                                    

Daffa kembali mengecek suhu tubuh Mika sebelum pergi bekerja, kini kening mereka beradu. Merupakan salah satu metode pengecekan terhadap suhu tubuh ketika termometer yang mereka miliki secara kebetulan menghilang entah ke mana.

"Panasnya udah turun. Sementara kamu jangan ke mana-mana, diam di rumah aja." Daffa memberikan pengertian. Meminta Mika agar tidak ke mana pun selama masa pemulihan.

"Tapi, online shop aku...,"

"Untuk sementara libur dulu. Mas nggak mau kamu kelelahan, hari ini Mas izin untuk bekerja setengah hari. Jadi siang nanti Mas udah pulang, berjanji kalau kamu akan menjadi gadis yang baik sampai Mas kembali. Oke?" Daffa mengacungkan jari kelingkingnya, suatu kebiasaan khusus apabila mereka sedang membuat janji.

"Janji, Mas." Mika menautkan jari kelingkingnya.

"Mas sayang sama kamu."

"Sayang sama Mas juga...,"

Daffa melangkah ke luar kamar. Meninggalkan Mika seorang diri di rumah ketika kondisinya belum sepenuhnya membaik. Melihat hal ini Daffa dibuat risau, takut Mika merasa kesepian karena kesibukannya tidak dapat membuat Daffa berdiam diri di rumah.

Sementara itu Mika terlihat tidak memiliki kegiatan selain duduk di sofa, dan menonton serial drama favoritnya yang belakangan tidak dapat ia nikmati sebab rutinitas harian. Tidak luput dari camilan dan minuman manis menemaninya, demam yang Mika derita tidak lantas merenggut nafsu makannya begitu saja.

Terkadang Mika dibuat tidak habis pikir akan sikap Daffa yang tak jarang begitu posesif, pernah satu ketika Daffa diserang cemburu ketika mendapati Mika bercengkerama dengan seorang pedagang roti di komplek.

Sebagai wujud dari rasa kekecewaannya Daffa tidak mau makan olahan roti apa pun yang Mika buat.

Semula Mika tidak tahu menahu alasan di balik sikap Daffa yang begitu kekanakan sehingga mogok makan. Mika baru menyadari hal itu ketika orang kantor menghubunginya, mengatakan bahwa Daffa pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa Daffa menderita tifus sebab tidak ada satu apa pun nutrisi yang mencukupi kebutuhan harian, karena dengan kesibukan seperti itu siapa pun membutuhkan asupan makanan yang memadai.

"Biarin aku mati, biar kamu bisa berduaan sama tukang roti itu."

Mika masih dapat mendengar dan membayangkan kejadian ketika Daffa mengatakan hal itu.

Di satu sisi Mika merasa bersalah karena tidak peka, di satu sisi Mika merasa bahwa tindakan Daffa begitu konyol untuk ukuran seorang pria berusia kepala tiga. Tapi atas setiap kekurangan yang Daffa miliki, Mika mencintainya.

"Permisi!"

Mika dibuat menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara seseorang di sana. Sedikit membenahi penampilan dan beranjak dari sofa, Mika mulai bertanya-tanya siapa yang sekiranya bertamu. "Iya, sebentar...,"

Napas Mika dibuat tertahan ketika melihat siapa yang datang.

"Hai, Mika. Apa kabar? Astaga, kamu cantik banget."

"Jaka? Kamu ngapain di sini?"

Jaka Widyanto, pria yang seingat Mika merupakan teman sekelasnya waktu SMA tersebut tampak tersenyum tanpa dosa.

"Duh, maaf kalau kedatangan aku ke sini terkesan mendadak. Tapi, aku mau konsultasi sama suami kamu soal rumah," kata Jaka. Menjelaskan maksud di balik kedatangannya ke sini. "Dari kabar yang beredar suami kamu merupakan seorang arsitek yang andal dalam hal memberikan nilai estetika dari sebuah bangunan. Aku tertarik."

Mika tidak dapat mengatakan apa pun. Terlebih ketika tahu bahwa hari sudah siang dan Daffa pulang tepat waktu seperti apa yang dijanjikan, kini pria yang membawa sebuah paper bag di dalam genggamannya itu terlihat membisu.

"Mas Daffa...," []

/TBC/
Tuberculosis

Pasutri Melankolis✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang