22; Penyesalan Daffa

29 2 0
                                    

Daffa terbangun di pagi harinya dengan perasaan abnormal. Kepalanya terasa pusing, mulutnya mengeluarkan aroma aneh yang menyengat. Ia bahkan tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi sehingga tertidur dalam keadaan mengenakan kemeja kantor, jelas ada hal yang tidak beres di sini.

Menoleh ke arah samping, manik mata pria itu sontak bergetar karena merasa tidak percaya.

Pandangannya dipenuhi oleh tubuh mungil yang begitu ringkih, tidak tertutup oleh sehelai benang pun. Ia terlihat meringkuk di sana dengan beberapa luka pada bagian punggung, perasaan Daffa campur aduk dan otomatis membuat jalan pikirannya tidak berpikir secara logis. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Mika!" Daffa meraih bahunya, membuat gadis itu menoleh tepat ke arahnya dengan tatapan getir. Pria itu hampir menangis melihat apa yang saat ini berada di dalam genggaman. "Maafin aku, Mika. Maaf."

Daffa langsung meraih selimut dan menutupi tubuh Mika, tatapan yang sarat akan rasa penyesalan terpancar pada diri pria tersebut. Sementara itu Mika sama sekali tidak berkomentar, penampilannya begitu kacau; dengan surai berantakan, wajah pucat, kedua mata sembab, dan tatapan yang begitu kosong.

Daffa jelas merasa bersalah, terlebih dengan kepingan ingatan yang perlahan pulih.

Semalam Daffa kehilangan akal sehatnya dalam artian sesungguhnya, bersikap seperti pribadi tidak beradab. Kini ia hanya dapat mendekap tubuh Mika dengan erat, menyiratkan rasa bersalah yang begitu besar adanya.

Pria itu tidak dapat memaafkan dirinya sendiri.

"Sebentar, aku obatin dulu lukanya."

Daffa menurunkan tubuh Mika dari pangkuan, bergegas pergi ke dapur untuk mengambil baskom berisi air hangat dan kotak pertolongan pertama, kembali ke kamar dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi ia menyalahkan dirinya sendiri sehingga rasanya ingin menghilang dari pandangan siapa pun, di satu sisi ia juga harus segera mengobati luka pada tubuh Mika.

Situasinya sulit.

Dengan lembutnya Daffa menempelkan handuk yang sudah dibasahi oleh air hangat pada luka Mika, membersihkannya terlebih dulu. Tak ingin berujung infeksi apabila ada bakteri yang tersisa di sana.

"Sakit...,"

Daffa mengusak hidungnya sekilas, berusaha untuk tegar terutama di keadaan seperti ini.

"Maaf, Mika."

Daffa berpikir hal semacam apa yang telah diperbuat terhadap Mika sehingga menyisakan luka seperti ini. Lukanya cukup dalam, terdapat pada beberapa titik. Daffa akan membawa Mika ke rumah sakit apabila perlu, ia tidak akan menunda hal semacam ini.

"Maaf...," Ia menghapus jejak air mata ketika mengobati luka tersebut, kini air hangat dalam baskom yang semula bersih berangsur berubah menjadi keruh karena bercampur darah. "Maafin aku, Mika."

Tidak ada yang dapat Daffa katakan selain ucapan maaf. Terus seperti itu, setidaknya hingga Daffa dapat menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi. Melukai istrinya dari segi fisik dan mental, semua itu membuat Daffa tidak lebih dari seseorang yang bodoh. []

/TBC/
Tuberculosis

Pasutri Melankolis✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang