"Mas udah mandi?"
"Udah, Sayang."
Mika mengernyit heran sebab apa yang baru saja disaksikannya sekaan berkata sebaliknya. Kembali memeriksa keadaan sekitar mengingat ada hal janggal di sini, hal yang membuat tubuhnya kembali merasakan sensasi abnormal dan itu tidak nyaman. "Kok, aneh, 'ya?" Mika berujar dengan mata menelisik. "Masih bau."
"Mas udah mandi tiga kali, Sayang. Jari Mas sampai keriput karena kena air terus. Liat, nih."
Mika terlihat berpikir.
"Terus yang aku cium ini apa, dong?"
Daffa terlihat khawatir. "Kamu nggak mau periksa aja? Udah janji, lho," kata Daffa seraya mengusap poin wajah Mika dengan punggung tangannya. Jelas-jelas mencemaskan keadaan istrinya itu. "Kamu jangan takut, Mika. Apa pun hasilnya akan Mas terima. Semua demi kebaikan kamu, Mas mengkhawatirkan kesehatan kamu."
Mika menghela napas.
"Aku mau siap-siap dulu."
Daffa tersenyum lega. "Ah, oke. Mas tunggu di luar."
Mika mengangguk, berlalu ke arah kamar untuk mengambil tas dan sebuah sweater mengingat udara cukup dingin terutama di malam hari seperti ini. Sementara itu Daffa sudah siap di dalam mobil, menunggu gadis itu dengan sabar.
"Nggak ada yang ketinggalan?"
"Nggak ada, Mas."
Daffa menancap gas, melesat menuju rumah sakit terdekat. Tidak ingin membuang waktu hingga larut malam.
Pikirannya berkecamuk, memikirkan berbagai teori dan kemungkinan yang terjadi di balik semua ini. Beruntung karena Daffa masih dapat mengontrol diri dan tetap fokus ketika berkendara, sesekali mencuri pandang terhadap Mika yang terlihat murung. Menatap ke arah lampu jalanan di luar sana, keadaan mobil ini begitu sunyi.
"Kenapa, Sayang?"
Mika menoleh, tersenyum seadanya. "Gapapa."
"Tapi mata kamu mengatakan hal lain, seakan ada yang ditutupi," kata Daffa, menggenggam tangan Mika dengan erat. Menghangatkannya di sana. "Coba bilang sama Mas. Seenggaknya dengan begitu apa yang saat ini mengganggu pikiran kamu akan mereda."
"Nggak ada, Mas. Aku nggak menyembunyikan apa pun, cuma dasarnya lagi lemes aja. Nggak enak badan."
Daffa berusaha mengerti. Kini kembali pada kegiatan menyetir, tidak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat. Pria itu langsung melakukan beberapa hal yang meliputi; pendaftaran, memenuhi kebutuhan administrasi, dan menunggu panggilan untuk masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
Kini Daffa tiada henti menggenggam tangan dingin Mika, gadis tersebut tidak dapat melakukan hal lebih selain bersandar pada bahu Daffa. Pemandangan menyakitkan bagi siapa pun yang masih sendiri.
"Mika Ruswandi?"
Daffa terhenyak di saat itu juga. "Udah dipanggil, ayo."
Mika mengikuti ke arah mana Daffa pergi. Memasuki sebuah ruangan yang didominasi oleh warna putih dan aroma obat antiseptik yang tak akan lepas dari nuansa rumah sakit.
"Silakan, silakan." Dokter itu terlihat menyambut keduanya. Langsung menggiring pasien yang hendak diperiksa ke atas brankar, tidak butuh waktu lama untuk sekadar menutup tirai pembatas dan meninggalkan Daffa di sana, memintanya untuk menunggu.
Panik nggak? Panik nggak? Paniklah, masa nggak! Pikiran Daffa seakan mengolok-olok, tidak henti-hentinya menggigit kuku sebab tidak memiliki pelampiasan atas kegelisahan. Sebab Daffa hanya seorang diri di sini, sejak awal hanya ada dirinya dan Mika. Saling melengkapi satu sama lain.
"Pak Daffa?"
Daffa tertegun dan menoleh ke arah sumber suara. Di sana dokter yang telah memeriksa Mika terlihat menyibak tirai, meminta atensi langsung darinya. Sementara itu Daffa sigap membantu Mika untuk turun dari atas brankar, melangkah menuju kursi dan mendudukkannya terlebih dulu di sana.
"Ya? Bagaimana, Dok?"
"Ada beberapa hal yang harus saya sampaikan kepada Bapak selaku suami dari Bu Mika," dokter wanita itu berujar. Tak ayal suasananya pun berubah seketika. Berbagai persepsi muncul di dalam benak. "Di usia rentan seperti ini, Bapak harus memerhatikan asupan nutrisi untuk Ibu. Dan Ibu Mika pun saya sarankan untuk tidak terlalu banyak melakukan aktivitas yang menguras tenaga, perbanyak istirahat, jangan memikirkan hal yang dirasa dapat membebani nantinya."
Daffa mengernyit. "Maksudnya?"
"Istri Anda sedang hamil, dan Anda tidak mengetahui hal itu?" []
/TBC/
Tuberculosis
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Melankolis✓
RomanceDi hubungan yang telah berjalan satu bulan lamanya, Daffa dan Mika memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, seperti bahtera rumah tangga pada umumnya, ada saja hal yang membuat hubungan mereka dirasa begitu sulit dan hampir ti...