"Anak bebeknya ke mana, Mik?"
"Nggak tau. Hanyut di selokan kali."
"Yah, kasian. Padahal Mas belum sempat ajarin dia cara berenang."
Mika mendelik tajam. Tidak ingin berlama-lama memandang wajah suami berparas tampannya itu, memilih untuk fokus terhadap pekerjaan rumah tangganya; membuatkan makan malam untuknya. Katakan saja bahwa ini merupakan salah satu kewajiban dan merupakan kebanggaan tersendiri menjadi juru masak keluarga. Mika tak mengindahkan tatapan Daffa kendati telah berada di sisinya sekalipun, berniat untuk membantu.
"Mika kenapa?" Daffa bertanya.
Gadis itu memilih bungkam. Melanjutkan kegiatan memotong sayuran dan memasukannya ke dalam panci berisi air mendidih.
"Pikir aja sendiri."
Daffa sontak saja merasa kebingungan, melihat tingkah laku sang istri yang tidak dapat diterka maksudnya apa.
Berusaha merengkuh pinggang mungil Mika, Daffa justru mendapati tangannya ditepis begitu saja. Tidak lantas menyerah dan marah, pria yang masih dalam keadaan mengenakan setelan kemeja itu pun tersenyum simpul dan duduk di kursi, memerhatikan bagaimana cara kerja Mika dalam hal meracik makanan.
"Kamu mau dengar cerita nggak, Mik?"
Mika bergeming.
"Jadi ada anak kecil yang selalu diam, ibunya bahkan nggak tau harus berbuat apa ketika tau kalau anak semata wayangnya itu bersikap aneh, udah ditanya kamu kenapa? Kenapa diam aja? Si anak kecil nggak mau jawab, alhasil si Ibu ini marah besar sama anaknya, dong. Karena merasa bahwa ucapannya nggak didengar, anak kecil ini diem aja. Dia bahkan cuma nangis sewaktu ibunya marah-marah. Kamu tau kenapa?"
Mika masih diam.
"Ternyata anak kecil itu buang air di celana. Dia nggak mau cerita ke ibunya, takut dia marah. Tapi terlanjur, si Ibu justru semakin murka. Karena andai dia cerita lebih awal dan menjelaskan apa yang terjadi, si Ibu mungkin nggak akan semarah itu."
Mika kian bungkam. Daffa tersenyum mencurigakan.
"Kamu buang air di celana, 'ya?"
"Nggak lucu."
"Ah, masa?"
"Nggak lucu, serius!"
Daffa hampir kehabisan cara untuk sekadar membuat suasana hati Mika jauh lebih baik. Terjebak pada situasi seperti ini hanya akan membuat Daffa merasa kebingungan, terkesan seperti berjalan di tengah kawasan hutan tanpa satu petunjuk arah pun.
"Mika mau apa?"
Mika meletakkan sajian di atas meja dan mendudukkan diri di sana, tak ragu untuk sekadar mengambil lauk pauk untuk Daffa. Mengedepankan kewajiban sebagai seorang istri kendati sedang tidak mood sekalipun.
"Mika...,"
"Kalau Mas nggak keberatan, untuk malam ini aku ingin sendiri dulu. Jangan sampai Mas terluka karena aku."
"Mika tunggu dulu, dong. Mika?"
Mika melangkah menuju kamarnya. Tidak berniat untuk sekadar memutar tubuhnya guna menanggapi panggilan Daffa.
Gadis tersebut langsung menutup pintu dan melompat naik ke atas ranjang, membungkam mulutnya. Tidak ingin satu ucapan atau suara pun yang lolos dari sana. Semestinya Daffa merasa peka dan memberi penjelasan atas pertanyaan di dalam benak Mika.
Adapun harapan yang saat ini Mika simpan seorang diri, yaitu Daffa mendatanginya. Namun, hal tersebut tidak terwujud sampai Mika terlelap sekalipun. []
/TBC/
Tuberculosis
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Melankolis✓
RomanceDi hubungan yang telah berjalan satu bulan lamanya, Daffa dan Mika memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, seperti bahtera rumah tangga pada umumnya, ada saja hal yang membuat hubungan mereka dirasa begitu sulit dan hampir ti...