"Mas, nggak mau makan dulu?"
"Nggak lapar."
Mika menghela napas ketika menyambangi ruang kerja Daffa di sana, ia tak lantas menyerah ketika pria itu menolak untuk makan dan bahkan untuk berbicara panjang lebar dengannya. Mika sudah membuatkan teh untuk menemani Daffa dalam hal menyelesaikan pekerjaannya, apabila dipikir-pikir, Daffa tidak pernah mengerjakan pekerjaan kantor di rumah. Katakan saja bahwa ini kali pertama setelah terakhir kali Daffa melakukan hal demikian.
"Teh hangatnya nggak diminum dulu, Mas?"
"Nanti aja."
Mika kehabisan kata-kata. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Daffa masih sibuk dengan kegiatannya.
Merasa bahwa kehadirannya tidak terlalu diindahkan, Mika pun pergi dan kembali ke kamar. Membiarkan Daffa yang terkesan tidak ingin diganggu tersebut. Mika tidak ingin memaksakan kehendaknya dengan menekan Daffa, memberikan pertanyaan yang mempermasalahkan soal sikap dinginnya itu hanya akan memperkeruh suasana. Singkatnya, Mika lebih memilih untuk mengalah.
Jauh dalam hati Mika, ia bertanya-tanya mengapa sikap Daffa begitu keras terhadap dirinya.
Kendati Daffa tidak pernah menggunakan kekerasan sebagai jalan ke luar dari setiap permasalahan yang ada, Mika merasa bahwa hatinya terluka. Tidak ingin bersikap egois, Mika menarik selimut dan menutup wajahnya. Dalam diam gadis itu menitihkan air matanya, tak bersuara. Tanpa diduga hal semacam ini justru melukai Mika lebih dalam dan terasa begitu menyakitkan.
Tanpa disadari Mika menangis hingga tertidur.
Daffa yang merasa tergerak hatinya mendekati Mika dan memberikan ruang untuk bernapas dengan sedikit menurunkan selimut yang menutupi keseluruhan tubuhnya, dari sudut ini Daffa dapat melihat bagaimana rupa dari wajah lembab Mika. Jauh dalam dirinya ada rasa yang meminta Daffa agar tidak keras kepala dan menyudahi masalah ini sampai di sini saja, namun ada sisi di mana Daffa harus bersikap tegas dan meminimalisir terjadinya hal serupa.
Daffa percaya kalau Mika tidak akan bersikap terlampau jauh.
Berkaca pada masalah siang ini, Mika terlihat begitu dewasa dengan menghindar dari setiap topik pembicaraan yang Jaka lontarkan. Tak menanggapinya secara serius, hingga saat di mana Daffa mendengar bagaimana cara pria lain memujinya. Begitu cantik, melihat bagaimana cara pria bernama Jaka itu mengatakannya membuat Daffa merasa muak. Entah karena umur mereka yang terpaut jauh atau bagaimana, tapi Daffa yakin bahwa tidak ada etika yang membenarkan memuji dan bersikap genit terhadap istri orang lain.
Cara bergaul orang zaman sekarang memang edan, pikir Daffa.
"Maafin Mas, Mika."
Daffa mematikan lampu pada nakas, dan melangkah ke luar kamar itu. Tidak ingin berlama-lama di ruangan tersebut dengan risiko Mika akan bangun dan menyadari kehadirannya. Sudahi perdebatannya sampai malam ini, mereka butuh istirahat untuk mendinginkan dan menjernihkan pikiran. Berdiskusi semata-mata demi menyelesaikan masalah tidak efektif untuk saat ini. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Melankolis✓
RomanceDi hubungan yang telah berjalan satu bulan lamanya, Daffa dan Mika memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, seperti bahtera rumah tangga pada umumnya, ada saja hal yang membuat hubungan mereka dirasa begitu sulit dan hampir ti...