31. -||PCADA||-

249 20 0
                                    

Satu bulan kemudian

Tidak ada tanda-tanda perubahan dari Akhtar. Kondisinya pun masih sama, belum ada perkembangan yang dialami olehnya. Padahal cintanya sudah setia menunggu di rumah sakit setiap hari, bahkan ia ingin menjadi orang pertama yang melihat Akhtar sadar.

Namun, semua diluar ekspektasi mereka. Sudah satu bulan Akhtar tertidur pulas diatas ranjang rumah sakit. Matanya terpejam sangat rapat, bibir yang biasanya merona kini berubah menjadi pucat pasi. Nafasnya yang amat teratur membuat semua orang khawatir terutama istrinya.

"Umi, mas Akhtar kapan sadar?" entah berapa kali pertanyaan ini dilontarkan oleh Ayra kepada sang ibu.

"Sabar nak, sebentar lagi juga Akhtar pasti sadar kok. Dia nunggu doa dari kamu sama calon bayi kalian," dan jawaban itu selalu Hana ucapkan ketika Ayra menanyakan hal yang sama tentang Akhtar.

"Tapi sampai kapan umi? Sudah satu bulan mas Akhtar kritis," lirih Ayra lemah.

Hana langsung memeluk putrinya dan menciumi puncak kepalanya agar Ayra tenang.

.

Esok paginya Ayra kembali menjenguk ke dalam ruangan Akhtar kemudian duduk tepat disamping tubuhnya. Perlahan ia mengusap permukaan tangan Akhtar yang dihiasi oleh infusan.

Air mata Ayra kembali turun membasahi pipinya. Karena merasa tidak kuat lagi, Ayra menenggelamkan wajahnya agar tidak terlihat oleh siapa pun bahkan suaminya. Mulutnya ditutup rapat-rapat agar suaranya tangisannya tidak terdengar oleh Akhtar.

"Mas... mas kapan sadar? Mas nggak kasihan sama aku dan calon dede bayi, hm? Kita sudah nungguin mas Akhtar. Mas tidurnya kelamaan. Ayra nggak suka lihat mas tidur terus kayak gini, sampai kapan Ayra nunggu lagi mas? Doa Ayra belum cukup ya mas? Ya sudah Ayra pamit dulu ya mas. Ayra mau berdoa supaya mas cepat sadar. Assalamu'alaikum imamku," pamit Ayra.

Sebelum meninggalkan ruangan yang serba putih itu. Ayra menengok kembali kearah Akhtar kemudian ia tersenyum. Walaupun hatinya terus menangis ia berusaha tersenyum didepan siapapun.

Ketika Ayra buka knop pintu, tiba-tiba dihadapannya ada sosok laki-laki tegap menatap sendu Ayra. Siapa lagi kalau bukan Affran. Sungguh ia selalu memerhatikan Ayra dari kejauhan, Affran paham apa yang dirasakan adiknya itu tapi mau bagaimana lagi, musibah ini datang dari Allah SWT. Allah sedang menguji perasaan mereka. Allah tau mereka bisa melewati semua kesedihan ini, karena Allah SWT tidak pernah menguji umatnya diluar kemampuan mereka.

Keluarga Ayra dan Akhtar selalu berhusnudzon, mereka yakin dibalik semua musibah ini pasti ada hikmahnya. Yang mereka harus lakukan adalah berdoa dan memohon kepada Allah SWT.

"Gimana, dek?" tanya Affran.

"Belum ada perubahan," jawab yang keluar dari bibir Ayra membuat Affran ikut bersedih. Tapi ia juga berusaha kuat didepan adiknya ini, ia tidak mau Ayra melihat kesedihan dimatanya.

"Ya sudah sabar saja ya? Oya ini sudah masuk waktu ashar kan? Yuk kita sholat berjamaah," ajakan Affran membuat semangat Ayra kembali tumbuh. Ia ingin terus berdoa untuk kesembuhan suaminya.

"Ayo, Mas," Affran sengaja merangkul Ayra. Banyak sepasang mata yang melihat keharmonisan diantara mereka. Affran tidak mau ambil pusing tentang tanggapan mereka. Ia hanya ingin menghibur adik tersayangnya saja. Toh, mereka berdua mahram kok.

Saat mereka berjalan, dari kejauhan mereka melihat Fadhlan dan Annisa sedang berjalan tergesa-beda yang ingin menghampiri ruang UGD.

"Assalamu'alaikum Ay," ucap Annisa kemudian memeluk erat Ayra.

"Yang sabar ya, aku yakin dibalik semua ini ada hikmahnya kok, yang penting kita sabar dan terus berdoa untuk kesembuhan Akhtar," sambungnya.

"Iya Ni, makasih ya sudah mau jenguk mas Akhtar,"

Perjalanan Cinta Akhtar dan Ayra (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang